Saturday, 21 July 2012

SEPAKBOLA MUSLIM dan PUASA



Siapa orangnya yang tak kenal dengan Geoge Weah. Pesepak bola legenda Liberia yang lama berkostum AC Milan. Lalu ada Franck Ribery, sang jendral lapangan tengah Prancis yang merumput bersama klub The Hollywood Bayern Munechen FC. Kemudian ada Nicholas Anelka yang malang melintang di klub-klub Premier League. Lantas ada Frederick Kanoute striker briliant Mali yang merumput diklub elite Spanyol, Sevila. Ada Rami Shaaban, penjaga gawang timnas Swdia. Serta sederet bintang-bintang gemerlap Eropa yang berbendera klub-klub elite.

Ternya mereka adalah orang-orang yang menyerahkan dirinya dalam kekuasaan Allah, yang berjanji dalam kalimat Tasyahud , Mereka berbalut bendera muslim dalam tubuhnya serta berbingkai muslim dalam pribadinya. Luar biasa, kontrubusi muslim dalam kesemarakan jagat sepak bola eropa dan dunia saat ini. Mereka adalah sebagian contoh pesepakbola kesohor yang tak menempelkan identitas muslim pada namanya.

Berbeda dengan Zinedin Zidan (Legenda Prancis dan Real Madrid), Zlatan Ibrahimovich (Swedia-AC Milan), Ibrahim Affelay (Belanda-Barcelona), Khalid Boulahrouz (Belanda), Karim Benzema (Prancvis-Real Madrid CF), Samir Nasri (Prancis-Manchester City) dan lain-lain sebagainya, nama-nama mereka begitu familiar di telinga orang-orang muslim sertra mewakili sebagian besar latar belakng keluarga mereka yang memang muslim.

Kehidupan mereka sungguh diluar dugaan, dunia gemerlap yang kerap menyambangi anak-anak muda eropa, serta gaya hidup mewah sebagian milyuner olahraga yang sering melebihi batas. Ternyata mereka lebih memilih hidup sederhana dengan banyak mensyukuri nikmat dai Allah. Do’a dan usaha berjalan selaras dalam durasi hidup mereka. Rendah diri, beretika dan bermartabat menjadi ciri mereka baik dalam lapangan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Etika santun dalam berbhasa, lembut dalam berprilaku menggambarkan pribadi yang luhur dan bermoral, mengangkat citra islam yang memang direndahkan di kawasan Eropa.

Kehadiran mereka dipentas dunia benat-benar membawa angin segar dalam keterpurukan muslim, mereka mampu menangkal serangan (hujatan) melalui aksi briliyan ditengah lapangan dan sikap manusiawi yang uth dilibgkungan kehidupannya.

Islam telah mengajarkan mereka bagaimana cara hidup yang sebenarnya. Qur’an dan Sunnah membimbing mereka dalam bergaul dengan kelompok professional-nya. Tantangan yang berat mereka lalui. bagaimana tidak? mereka berada dalam sebuah komunitas yang kontra religi, berbeda keyakinan, tapi mereka mampu bersilaturahmi dengan sempurna. Islam memberikan solusi yang tepat untuk mereka dalam melaksanakan ibadah sebagaimanifestasi keyakinan dan melaksanakan kegiatan kompetisi sebagai bentuk professionalisme.

Khusus untuk bulan suci ramadhan, implementasi professional mereka tak menurun sekalipun intensitas ibadah mereka lebih tinggi. Sebagaian kawasan Eropa tidak mengenal libur bulan puasa untuk seluruh aspek kehidupan. Sehingga tidak ada aturan khusus untuk atlet sepak bola yang beragama Islam pada bulan suci ramadlan, siapapun sama dalam urusan professional.

Sebagaimana yang dialami oleh George Weah professional sejati asal Liberia yang sukses menjadi punggawa raksasa AC Milan tahun 90-an. Weah yang muslim ta’at melaksanakan kompetisi seri A di bulan suci dengan lapang dada, berlatih keras dengan gairah tinggi dan berlaga dilapangan seperti biasa, sekalipun ia tetap melaksanakan kewajibannya terhadap Allah melakukan puasa.

Namun bila jadwal latihan dan kompetisi terlalu mepet, tak urung ia juga meninggalkan puasa beberapa hari kemudian mengqodlo-nya dilain kesempatan, luar biasa untuk seorang professional sejati macam George Weah.

Lain cerita dengan Zinedin Zidan, Samir Nasri, Karim Benzema, Franck Ribery dan Nicholas Anelka. Sungguhpun Prancis sebagai negara Gold Gosvel and Glory, namun banyaknya imigran Afrika yang beragama Islma memungkinkan mereka dapat bergail bebas sesama islam dinegeri Prancis. Komunitas muslim yang terbentuk spontanitas memberikan ruang dan kultur budaya terhadap Zidan Cs, sehingga dalam pelaksanaan ibadah puasa bulan ramadlan bukanlah sebuah tantangan besar bagi mereka untuk berkompetisi di liga masing-masing.

Sama halnya dengan Mesut Ozil dan Sami Khedira, sekalipun mereka berbendera Jerman dalam segi professional, namun pada dasarnya mereka adalah anak-anak Turki yang memang tak lepas dari sejarah peradaban Islam negerinya. Kultur budaya Islam yang melekat pada diri mereka membentuk citra dan pribadi yang anggun dan shaleh. Sungguhpun begitu watak Turki yang ksatria tetap menjadi ciri khas mereka dalam menjalankan Islam sebagai agama mereka dan sepak bola sebagai profesi mereka.

Kompetisi negara-negara Eropa yang menjulang keangkasa, menebarkan aroma persaingan yang kuat dan membara. Kompetisi yang melibatkan klub-klub raksasa dengan prestasi mentereng, klub yang di danai oleh perusahaan-perusahaan raksasa. Sebut saja Real Madrid CF, raksasa Eropa ini tak sungkan mengemis jasa anak-anak muslim yang memiliki reputasi Internasional. Setelah usai tugas Zidan menghantar Madrid ke puncak Eropa, kini giliran Karim Benzema, Mesut Ozil dan Sami Khedira mengangkat bendera Madrid tinggi-tinggi. El-Real yang dibintangi trio muslim ini mengangkasa dilangit Eropa. Segudang prestasi telah mereka persembahkan sebagai bentuk wujud professinalitas Benzema Cs.

Masih banyak cerita tentang eksistensi pesepakbola muslim yang berkiprah di tim-tim besar Eropa yang melaksanakan kewajiban berpuasa dibulan ramadlan saat kompetisi Eropa begitu giat dan ketat. Khalid Boulahrouz, Ibrahim Affelay dan Robin Van Persie adalah contoh-contoh profesional sejati yang konsisten dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Sekalipun mereka bergaul dengan kelompok non muslim yang menampilkan gaya bebas, urakan dan tanpa batas. Namun mereka konsisten dalam melaksanakan keyakinannya. Menghindari makanan haram, menghindari pergaulan bebas (Dugem), menghindari alkohol dan lain-lain sebagainya. Untuk itulah mengapa kehidupan pribadi pemain muslim di Eropa tidak terlalu dipublishir.

Amr Zaki pemain profesional Wigan Athletic yang berkompetisi di Liga Premier Inggris konsisten dalam menjalankan puasanya. Ketika sang pelatih Steve Bruce memberikan opsi apakah akan turun tanding atau puasa. Zaki pemain internasional Mesir ini lebih memilih puasa. Lain halnya dengan Ahmed Mido Hosam, pemain internasional Mesir lainnya yang berlaga di klub Tottenham Spurs ini, ia memilih fleksibel dalam menjalani profesi dan ibadah puasa. Ia akan batal puasa saat bertanding, dengan mengqodlo puasa di bulan lainnya.

Kebijakan Steve Bruce di Wigan Athletic dan manager-manager lainnya di klub besar Eropa tak diikuti The Special One Jose Mourinho di Inter Milan. Ia malah mempermasalahkan Suley Ali Muntari pemain internasional Ghana yang notabene anak asuhnya. Suley dianggap bermaslah saat ramadlan penampilannya dianggap menurun drastis. Padahal Suley saat itu sedang menjalankan ibadahnya ke pada Allah.

Suley yang sebelumnya memperkuat klub raksasa Itali lainnya Ac Milan berhasil menruskan tradisi pemain muslim diklu-klub besar Eropa. Setelah era George Weah, tak ada lagi hegemoni muslim di AC Milan, baru setelah Suley Ali Muntari datang ke San Siro, denyut bintang muslim kembali menggeliat. Setelah menuntaskan kewajibannya di AC Milan, Ali Muntary berkelana ke klub tetangga yang notabene adalah rival sejati AC Milan, Internazionale Milan yang saat itu di tangani Jose Mourinho.

Komentar Jose Mourinho berkaitan dengan kebugaran Suley bahwa ramadlan tidak datang tepat untuk pemain-pemain profesional mendapat kritik tajam dari komunitas muslim Itali. Mourniho dianggap tidak memiliki etika dan pribadi yang bagus untuk masalah toleransi. Pribadinya yang arogan dinilai berbalik dengan reputasinya sebagai seorang koki sepak bola kelas wahid. Sungguh sangat disayangkan sikap Mou yang kontradiktif menilai pribadi Suley Ali Muntary yangh dikaitkan dengan keberadaan ramadlan bulan yang disucikan oleh umat Islam.

Apapun keberadaannya, pemain muslim memiliki reputasi menjulang diklub-klub raksasa Eropa. Zidan dkk (Muslim) layak mendapat apresiasi untuk menjalankan profesionalitasnya sebagai pemain bola Eropa, juga menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Mereka berjasa besar dalam mengatrol prestasi klub-klub mereka diliga masing masing. Dan ingat, mereka adalah bintang di klubnya.

Wallahu’alam

No comments:

Post a Comment