Saturday, 14 July 2012

Makalah “Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya”


Kata Pengantar



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Karena berkat Taufik dan Hidayah – Nya, penulis dapat menyusun Makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, namun demikian penulis berharap makalah ini dapat menjadi bahan rujukan dan semoga dapat menambah pengetahuan mahasiswa–mahasiswi Stikes Muhammadyah, Lhokseumawe
Dengan segala hormat penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini


Lhokseumawe, Juli 2012

Penulis











DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar is..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Intensitas dan Kompleksitas Masalah...................................................... 1
1.2 Latar Belakang Masalah.......................................................................... 3
1.3 Rumusan Masalah.................................................................................... 5
1.4 Batasan Masalah...................................................................................... 5
1.5 Tujuan Penulisan...................................................................................... 5
1.6 Metode Penulisan.................................................................................... 6
1.7 Manfaat Penulisan................................................................................... 6
BAB II PENANGANAN MASALAH BERBASIS MASYARAKAT
2.1 Mengembangkan Sistem Sosial yang Responsif...................................... 7
2.2 Pemanfaatan Modal Sosial...................................................................... 16
2.3 Pemanfaatan Institusi Sosial.................................................................... 23
2.4 Optimalisasi Kontribusi dalam Pelayanan Sosial..................................... 29
2.5 Kerjasama dan Jaringan........................................................................... 32
BAB III METODE PENULISAN
3.1 Metode Secara Umum ............................................................................  36
3.2 Metode Secara Khusus............................................................................ 36
BAB IV UPAYA PENANGANAN MASALAH................................................. 37
PENYALAHGUNAAN OBAT



BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 40
5.2 Saran........................................................................................................ 41
Daftar Pustaka......................................................................................................... 43



















BAB I PENDAHULUAN

1.1        Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Dalam hal penggunaan obat sehari-hari, terdapat istilah penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunasalahan obat (drug misuse). Istilah penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan di mana obat digunakan secara berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu. Sedangkan, istilah pengguna-salahan obat adalah merujuk pada penggunaan obat secara tidak tepat, yang biasanya disebabkan karena pengguna memang tidak tahu bagaimana penggunaan obat yang benar. Pada tulisan ini hanya akan dikaji mengenai penyalahgunaan obat (drug abuse) saja.
Penyalahgunaan obat terjadi secara luas di berbagai belahan dunia. Obat yang disalahgunakan bukan saja semacam cocain, atau heroin, namun juga obat-obat yang biasa diresepkan. Penyalahgunaan obat ini terkait erat dengan masalah toleransi, adiksi atau ketagihan, yang selanjutnya bisa berkembang menjadi ketergantungan obat (drug dependence). Pengguna umumnya sadar bahwa mereka melakukan kesalahan, namun mereka sudah tidak dapat menghindarkan diri lagi.
Di Amerika, penyalahgunaan obat-obat yang diresepkan meningkat cukup tajam dalam dua dekade terakhir, dan hanya sedikit di bawah mariyuana, suatu senyawa yang paling banyak disalahgunakan di sana. Data dari sebuah lembaga farmasi di sana menyatakan bahwa sedikitnya 50 juta orang Amerika pernah menggunakan sedikitnya satu jenis obat psikotropika, dan 7 juta orang yang berusia di atas 12 tahun menggunakan obat-obat ini bukan untuk tujuan medis. Hal ini diduga tidak akan berbeda jauh dengan di Indonesia, di mana penyalahgunaan obat-obat psikotropika dan obat-obat lainnya meningkat dengan tajam.

Obat-obat yang sering disalahgunakan
Ada tiga golongan obat yang paling sering disalah-gunakan, yaitu :
-    golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon, morfin
-    golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
-    golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin, amfetamin, dll.
Obat-obat ini bekerja pada sistem saraf, dan umumnya menyebabkan ketergantungan atau kecanduan. Selain itu, ada pula golongan obat lain yang digunakan dengan memanfaatkan efek sampingnya, bukan berdasarkan indikasi yang resmi dituliskan. Beberapa contoh diantaranya adalah :
  • Penggunaan misoprostol, suatu analog prostaglandin untuk mencegah tukak peptik/gangguan lambung, sering dipakai untuk menggugurkan kandungan karena bersifat memicu kontraksi rahim.
  • Penggunaan Profilas (ketotifen), suatu anti histamin yang diindikasikan untuk profilaksis asma, sering diresepkan untuk meningkatkan nafsu makan anak-anak
  • Penggunaan Somadryl untuk “obat kuat” bagi wanita pekerja seks komersial untuk mendukung pekerjaannya. Obat ini berisi carisoprodol, suatu muscle relaxant, yang digunakan untuk melemaskan ketegangan otot. Laporan menarik ini datang dari Denpasar dari seorang sejawat. Menurut informasi, dokter kerap meresepkan Somadryl, dan yang menebusnya di apotek adalah “germo”nya, dan ditujukan untuk para PSK agar lebih kuat “bekerja”
  • Dll.

1.2     Latar Belakang Masalah
1.2.1  Penyebab seseorang melakukan penyalahgunaan obat
Ada tiga kemungkinan seorang memulai penyalahgunaan obat.
  1. Seseorang awalnya memang sakit, misalnya nyeri kronis, kecemasan, insomnia, dll, yang memang membutuhkan obat, dan mereka mendapatkan obat secara legal dengan resep dokter. Namun selanjutnya, obat-obat tersebut menyebabkan toleransi, di mana pasien memerlukan dosis yang semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama. Merekapun kemudian akan meningkatkan penggunaannya, mungkin tanpa berkonsultasi dengan dokter. Selanjutnya, mereka akan mengalami gejala putus obat jika pengobatan dihentikan, mereka akan menjadi kecanduan atau ketergantungan terhadap obat tersebut, sehingga mereka berusaha untuk memperoleh obat-obat tersebut dengan segala cara.
  2. Seseorang memulai penyalahgunaan obat memang untuk tujuan rekreasional. Artinya, sejak awal penggunaan obat memang tanpa tujuan medis yang jelas, hanya untuk memperoleh efek-efek menyenangkan yang mungkin dapat diperoleh dari obat tersebut. Kejadian ini umumnya erat kaitannya dengan penyalahgunaan substance yang lain, termasuk yang bukan obat diresepkan, seperti kokain, heroin, ecstassy, alkohol, dll.
  3. Seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping seperti yang telah disebutkan di atas. Bisa jadi penggunanya sendiri tidak tahu, hanya mengikuti saja apa yang diresepkan dokter. Obatnya bukan obat-obat yang dapat menyebabkan toleransi dan ketagihan. Penggunaannya juga mungkin tidak dalam jangka waktu lama yang menyebabkan ketergantungan.

1.2.2 Penyebab Penyalahgunaan Narkotika
Kenyataan menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika tidak saja terbatas pada kaum remaja tetapi juga orang-orang dewasa dan lanjut usia.
Seorang psykhiater terkenal Dr. Graham Blaine, menyebutkan bahwa terdapat banyak alasan / latar belakang pengguna narkotik yang dapat menjadi kebiasaan yang menonjol ialah :
a. Dikalangan remaja
  • Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan – tindakan berbahaya seperti : ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dsb.
  • Untuk menentang atau melawan suatu otoritas (orang tua / guru).
  • Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan sex menyimpang.
  • Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman – pengalaman emosional.
  • Untuk berusaha agar menemukan arti dari hidup di dunia ini.
  • Untuk mengisi kekosongan dan perasaan bosan karena karena tidak mempunyai aktifitas yang cukup dan positif.
  • Untuk menghilangkan ras frustasi dn kegelisahan yang disebabkan adanya problematika kehidupan yang tidak kunjung dapat teratasi.
  • Untuk mengikuti kemauan teman dan memupuk rasa solidaritas
sesama kawan, Karena didorong rasa ingin tahu lalu melakukannya secara iseng
(tindakan petualangan).

b.Di kalangan orang dewasa
1.Penyakit Kronis
Pengidap penyakit atau gangguan jasmaniah yang kronis sehingga membutuhkan obat-obatan yang dapat untuk sementara menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang dideritanya.
2. Kebiasaan
Selain hal di atas, tidak sedikit orang dewasa yang mengkonsumsi obat bius karena suatu kebiasaan (habitual). Mula-mula mungkin karena sakit. Tetapi setelah penyakitnya sembuh, ia tetap mengkonsumsi obat dengan alasan agar penyakitnya tidak kambuh lagi atau ia merasa tidak enak badan jika pemakaian obat itu dihentikan.
3.Frustasi
Orang yang merasa tidak sangup mengatasi problem berat yang sedang dialami dapat terjerumus pada pilihan membius diri dengan bahan narkotik sebagai pelarian.
4. Doping dikalangan olah ragawan
Terdapat usaha untuk meningkatkan prestasi di kalangan olahragawan dengan cara menrangsang perkembangan otot dengan mempergunakan obat-obatan stimulants.

3.1        Rumusan Masalah
-          Apa faktor penyebab kasus penyalahgunaan obat ?
-          Bagaimana upaya penanggulangan narkoba ?
-          Mengapa narkoba masih menjadi masalah berkelanjutan di Indonesia?
-          Bagaimana penanganan masalah berbasis masyarakat (kasus penyalahgunaan obat<narkoba>)?
-          Apa saja organisasi yang terlibat dalam penanganan narkoba ?
-          Bentuk kerjasama dan jaringan seperti apa untuk menanggulangi penyalahgunaan narkoba ?
-          Bagaimana wujud optimalisasi kontribusi dalam pelayanan sosial (kasus penyalahgunaan obat <narkoba>)?
3.2        Batasan Masalah
Dari sekian ulasan masalah yang telah penulis uraikan dalam rumusan masalah bahwa masalah penyalahgunaan obat masih menjadi masalah berkelanjutan di Indonesia. Penulis akan membatasi masalah yang berkaitan dengan judul makalah yaitu “Masalah Narkoba”

3.3       Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk melatih keterampilan, kecermatan, ketelitian dan kerja sama kita dalam memecahkan suatu masalah sosial yaitu penyalahgunaan obat yang berkaitan dengan ilmu sosiologi politik dan guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah sosiologi politik yaitu Bapak Muhammad Burhan Amin. Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk melatih softskill kita dalam memperhatikan masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Makalah ini juga dapat memberikan manfaat, yaitu untuk menambah pengetahuan kita mengenai ilmu sosiologi politik khususnya tentang masalah sosial (kasus penyalahgunaan obat), sehingga kita dapat mengetahui mengapa penyalahgunaan obat, seperti narkoba bisa menjadi masalah sosial umumnya di Indonesia.

3.4        Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan browsing di internet dan dengan melalui metode penjelasan dari dosen sosiologi politik.

3.5        Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan mengkaji masalah penyalahgunaan obat di Indonesia dengan segala kompleksitasnya dengan berbagai pendekatan.





BAB II Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat


2.1        Mengembangkan sistem sosial yang responsif
Pendekatan penanganan penyalahgunaan Narkoba
Kondisi yang diharapkan yaitu terjadinya upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia secara komprehensif. Adapun yang dimaksud dengan holistik dalam makalah ini adalah dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan menggunakan pendekatan sistem (antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan saling terkait). Keterpaduan dan keterkaitan disini mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Subyek atau pelaksana
Subyek atau pelaku yang bertanggung jawab dalam setiap upaya penanggulangan penyalahguaan Narkoba ini tidak hanya monopoli Polri saja tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab serta peran dari instansi lain terkait serta peran serta LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat umum lainnya secara keseluruhan untuk aktif bersama-sama secara terpadu melakukan upaya penanggulangan terha-dap penyalahgunaan Narkoba. Khusus keterpaduan antar instansi Pemerintah terkait dapat terwadahi dengan terbentuk dan berperannya Badan Narkotika Nasional (BNN) secara optimal sesuai dengan ketentuan Keppres RI No. 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional.
2. Obyek atau sasaran
Adalah siapa dan apa yang akan dilakukan intervensi atau yang menjadi target sasaran dalam pemberantasan atau penanggulangan penyalahgunaan Narkoba ini. Sasaran disini dapat berupa :
1)   Orang, seperti pengedar atau bandar, pengguna atau korban,  masyarakat rentan dan masyarakat umum lainnya.
2)   Tempat, seperti lahan cultivasi atau penanaman, laboratorium atau tempat proses produksi dan tempat penyimpanan.
3)   Jalur distribusi (darat, laut dan udara) atau trafficking.

3. Metode atau cara bertindak
Adalah setiap upaya yang dilakukan dalam penanggulangan penyalahgunaan Narkoba secara holistic dan realistik yaitu melalui pendekatan yang dikenal dengan istilah Harm Minimisation, yang secara garis besar terdiri dari kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
1)   Supply Control
Adalah setiap upaya yang dilakukan untuk menekan atau menurunkan seminimal mungkin ketersediaan Narkoba di pasar gelap atau ditengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dapat secara pre-emtif, preventif dan represif seperti:
a)Pengawasan cultivasi/penanaman Narkoba ilegal
b)   Pengawasan masuknya bahan-bahan prekusor dari luar negeri
c)   Pencegahan terhadap upaya penyelundupan
d)  Razia atau opeasi kepolisian untuk mencegah peredaran Narkoba dalam masyarakat
e)   Penindakan terhadap laboratorium gelap
f)    Penindakan terhadap pelaku penanaman, pengedar, bandar
g)   Penindakan terhadap pengguna dan penyalahguna yang lain
2)   Demand Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan guna menekan atau menurunkan permintaan pasar atau dengan kata lain untuk mening-katkan ketahanan masyarakat sehingga memiliki daya tangkal un-tuk menolak keberadaan Narkoba. Kegiatan yang dilakukan dapat secara pre-emtif dan preventif seperti :
a)   Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) baik secara langsung, brosur, iklan, bill board atau melalui media cetak dan media elektronik kepada masyarakat.
b)   Penyuluhan kepada masyarakat (keluarga, sekolah dan kelompok masyarakat lainnya)
c)   Sarasehan, anjangsana
d)  Promosi kesehatan secara umum
e)   Seminar/diskusi
f)    Dialog interaktif di radio/TV
g)   Pembatasan dan pengawasan ijin diskotik, pub, karaoke dan tempat hiburan lain yang sering dijadikan sebagai tempat penyalahgunaan Narkoba.
3)   Harm Reduction
Adalah setiap upaya yang dilakukan terhadap pengguna atau korban dengan maksud untuk menekan atau menurunkan dampak yang lebih buruk akibat penggunaan dan ketergantungan terhadap Narkoba. Konsep Harm Reduction ini didasarkan pada kesadaran pragmatis pada realita bahwa penyalahgunaan Narkoba tidak bisa dihapuskan dalam waktu singkat, sehingga harus ada upaya-upaya untuk meminimalkan bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh penggunaan Narkoba tersebut. Kegiatan yang dilakukan dapat secara preventif, kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif, seperti :
a)   Memberikan terapi dan pengobatan medis agar pengguna/ korban tersebut dapat lepas dari keracunan, overdosis dan terbebas dari penyakit fisik lainnya.
b)   Memberikan rehabilitasi agar pengguna tersebut dapat lepas dari ketergantungan dan dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.
c)   Memberikan konseling guna mencegah kekambuhan dan mencegah penularan penyakit berbahaya lain sebagai dam-pak dari perilaku negatif penyalahgunaan Narkoba, seperti penularan HIV/AIDS, Hepatitis C, penyakit kulit dan kela-min dan lain-lain.

Peran Instansi dan kelompok lain
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penanggulangan pe-nyalahgunaan Narkoba secara komprehensif perlu kebersamaan, keterpaduan dan keterkaitan antara satu institusi dengan yang lain guna mencapai hasil yang optimal. Keterpaduan disini juga berlaku terhadap semua fungsi dalam lingkungan internal Polri, dengan instansi Pemerintah terkait dan dengan kelompok masyarakat lainnya. Dengan demikian diperlukan adanya persamaan persepsi, visi dan misi sehingga dapat terjadi pembagian tugas, peran dan fungsi sesuai kapasitas dan otoritas masing-masing. Koordinasi dan keter-paduan antar instansi Pemerintah dapat dimotori oleh BNN sedang kelompok masyarakat seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM dan kelompok masyarakat lain dapat berperan sebagai mitra. Adapun secara garis besar yang menjadi tugas, fungsi dan peranan masing-masing instansi atau kelompok masyarakat tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :


4. Pemerintah/Pemerintah Daerah
1)   Menyediakan sarana dan fasilitas secara umum
2)   Penyediaan anggaran melalui APBN/APBD
3)   Bersama Legeslatif menerbitkan peraturan perundang-undangan yang dapat memayungi palaksanaan penanggulangan penyalahgu-naan Narkoba.
4)   Sebagai fasilitor dan koordinator dalam setiap perumusan visi, misi dan strategi bersama.

5. Polri
1)   Bersama instansi dan kelompok lain melakukan kegiatan pre-emtif seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi serta penyuluhan ke-pada masyarakat.
2)   Melakukan kegiatan preventif seperti razia atau operasi kepolisian dengan sasaran orang dan atau tempat-tempat yang dicurigai.
3)   Melakukan kegiatan represif yaitu penindakan terhadap penyalah-guna (pengedar dan pengguna) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4)   Bersama instansi terkait dan kelompok masyarakat lainnya melakukan kegiatan kuratif seperti pengobatan terhadap pengguna atau korban dan juga melakukan kegiatan rehabilitatif yaitu membebas-kan pengguna dari ketergantungan.

6. Departemen Kesehatan/Dinas Kesehatan
1)   Melakukan kegiatan kuratif dengan pembentukan Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan sarana kesehatan lainnya.
2)   Bersama instansi lain melakukan kegiatan  pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
3)   Pencegahan dan pemberantasan penyakit seksual, HIV/AIDS, Hepatitis C dan lain-lain.
4)   Penyiapan tenaga kesehatan seperti dokter, paramedis dan tenaga non medis lain yang diperlukan.



7. Badan/Balai Pengawasan Obat dan Makanan
1)   Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan atau pemanfaatan Narkotika, Psikotropika dan prekursor oleh para importir, industri farmasi/ industri kimia dan laboratorium peng-guna.
2)   Melakukan pencatatan, pengawasan dan audit terhadap semua instansi yang menggunakan Narkotika, Psikotropika dan precursor dalam menjalankan usahanya, seperti laboratorium kimia, industri farmasi dan distributor.
3)   Meningkatkan kemampuan uji laboratorium dan SDM sebagai saksi ahli dalam peradilan kasus Narkoba jika dibutuhkan.

8. Imigrasi
1)   Kerja sama dengan instansi lain seperti Deplu/Kedutaan dalam melakukan seleksi terhadap pemberian visa kunjungan ke Indonesia terutama bagi mereka yang berasal dari negara berisiko seperti Pakistan, Afganistan, Thailand dan lain-lain.
2)   Koordinasi dengan instansi lain seperti Polri dalam melakukan pengawasan terhadap orang-orang asing yang masuk dan telah berada di Indonesia khususnya mereka yang sering melakukan penyalahgunaan Narkoba seperti Black African dan lain-lain.

9. Bea dan Cukai
1)   Mencegah keluar masuknya Narkoba atau prekursor dari luar negeri melalui pintu-pintu masuk Pabean.
2)   Bersama instansi lain melakukan pengawasan dan pemeriksaan fisik secara selektif terhadap sarana pengangkut yang memuat Narkoba atau prekursor, seperti kapal laut dan pesawat udara.
3)   Melakukan pencegahan dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap orang sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
4)   Pertukaran informasi dengan aparat kepabeanan negara lain.

10. Departemen/Dinas Pertanian
1)   Melakukan pengawasan terhadap lahan-lahan yang dijadikan sebagai tempat kultivasi atau penanaman Narkoba.
2)   Meningkatkan tingkat kesuburan lahan pertanian sehingga dapat ditanami tanaman yang bermanfaat dan legal.

11.  Kementrian Informasi/Dinas Penerangan
1)   Dengan media massa baik cetak maupun elektronik menyajikan pemberitaan dan informasi tentang Narkoba yang proporsional dan kondusif yang dapat memberikan edukasi kepada masyarakat.
2)   Menghindari pemberitaan yang bersifat provokatif dan destruktif sehingga dapat menambah keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat Pemerintah.

12. Departemen/Dinas Sosial
1)   Melakukan pembinaan terhadap kelompok rentan seperti masya-rakat miskin, pengemis dan gelandangan yang ada di jalan-jalan agar tidak terpengaruh Narkoba.
2)   Bersama instansi lain melakukan konseling dan rehabilitasi terha-dap kelompok pengguna yang ketergantungan.
3)   Bersama instansi lain menyiapkan Panti Rehabilitasi guna membe-baskan pengguna dari ketergantungan sehingga dapat hidup produktif kembali dalam masyarakat.

13.  Kejaksaan
1)   Melakukan penuntutan secara proporsional, profesional, tegas dan konsisten, terhadap kasus Narkoba.
2)   Koordinasi dengan instansi lain khususnya Polri dalam penyusunan proses penuntutan/ dakwaan kasus Narkoba.

14. Pengadilan
1)   Mengadili terdakwa dan memberikan hukuman yang tegas, kon-sisten dan adil sehingga dapat menimbulkan efek jera, khususnya bagi mereka yang tergolong sebagai pengedar dan produsen.
2)   Setiap keputusan perlu mempertimbangkan beberapa aspek terma-suk aspek hukum, fisiologis/medis, psikologis, sosiologis dan HAM.

15. Lembaga Pemasyarakatan
1)   Memisahkan tempat atau lokasi penjara untuk narapidana Narkoba khususnya bagi mereka yang tergolong sebagai pengguna dengan narapidana lainnya.
2)   Koordinasi dengan instansi lain untuk pembinaan dan atau pengo-batan serta rehabilitasi terhadap narapidana Narkoba.
m. Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM )

Pemberdayaan masyarakat bebas narkoba
Pemberdayaan masyarakat (agar bebas narkoba) perlu dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, meliputi aspek ekonomi, sosial-budaya, politik, spiritual, dan keamanan. Pembangunan ekonomi nasional secara makro dan mikro, termasuk pemberantasan kemiskinan, pengangguran, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan daya beli rakyat untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, serta keadilan sosial. Perlu dijaga pula, penciptaan dan pemeliharaan keamanan, ketertiban dan stabilitas sosial, ekonomi dan politik, serta tegaknya hukum. Dengan asumsi, masyarakat yang makmur, sejahtera, berkeadilan, dan stabil akan mempunyai ketahanan terhadap ancaman bahaya narkoba, tindak kejahatan dan permasalahan sosial lainnya, dan memiliki keberdayaan memeranginya.
Secara empirik, memang ada hubungan kuat antara permasalahan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, instabilitas sosial, ekonomi, dan politik, korupsi, pengangguran, kekumuhan, kenakalan, dan kriminalitas dengan penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba.
Peningkatan pendidikan termasuk pendidikan keterampilan kerja sebagai upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang meliputi kualitas intelektual, emosional, spiritual, dan sosial melalui peningkatan anggaran biaya pendidikan. Perbaikan kualitas sarana-prasarana dan k u a l i t a s SDM serta penyediaan pendidikan gratis bagi warga yang tidak beruntung dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja bagi para lulusan pendidikan merupakan strategi ampuh pemberdayaan masyarakat untuk bebas narkoba.
Ketekunan dan kerja keras anak-anak, remaja, dan pemuda dalam meniti pendidikannya dengan harapan masa depan yang jelas akan mengurangi peluang mereka untuk terjerumus ke penyalahgunaan narkoba.
Keberagamaan dan modal sosial meliputi kelembagaan, nilai-nilai, dan normanorma keagamaan dan budaya lokal, termasuk nilai-nilai keimanan dan nilainilai luhur warisan para leluhur perlu dikuatkan. Sikap itu membuat masyarakat menghargai hidup dan kehidupan, menghormati orang tua, menghargai diri, menghindari perbuatan yang merugikan diri sendiri dan atau orang lain dan masyarakat, saling berbagi perhatian dan kepedulian, empati dan kasih sayang terhadap sesama. Hidup hemat, kejujuran, kerja keras dan sebagainya merupakan strategi tidak langsung dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencegah dan memerangi serta membangun ketahanan terhadap bahaya narkoba.
Pendidikan dan pelatihan menjadi orang tua yang baik dalam rangka membangun keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera, saling menghargai, menyayangi dan mencintai di antara para anggotanya. Kondisi itu mendorong setiap anggota keluarga memahami dan menjalankan perannya sesuai dengan kaidah, nilai dan norma agama, moral, dan sosial merupakan strategi pemberdayaan keluarga dalam memberdayakan masyarakat.
Keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, saling perhatian, saling menghargai, taat norma, sejahtera, dan bahagia merupakan benteng utama menghadapi bahaya narkoba. Pembangunan keluarga sejahtera yang berkualitas juga mencakup pengembangan peran model (role model) dan peran keteladanan orang tua, baik di dalam keluarga maupun di luar.
Pemberdayaan remaja dan pemuda agar mampu mengatakan tidak terhadap narkoba, mampu menjaga diri, kelompok dan lingkungannya agar bebas narkoba merupakan bagian penting lainnya dari upaya pemberdayaan masyarakat. Bukankah remaja dan pemuda merupakan generasi penerus bangsa, dan pada waktu bersamaan, mereka merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penyalahgunaan narkoba? Caranya bukan hanya melalui penyuluhan dan pendidikan pencegahan penyalahgunaan narkoba, melainkan juga melalui upaya dan kegiatan penguatan ketahanan remaja melalui pengisian waktu luang remaja. Arahkan remaja agar bergiat dalam aktivitas di bidang kesenian, olahraga, out bound, keagamaan, sosial-kemanusiaan, kerelawanan, hobi, dan masih banyak lagi.
Penegakan hukum yang tegas, efektif, konsisten, konsekuen, dan adil oleh jajaran penegak hukum yang bersih, berpegang teguh pada kebenaran, kejujuran, dan keadilan, serta mengayomi masyarakat memberikan perlindungan terhadap saksi pelapor. Situasi itu merupakan faktor penangkal dan pencegah dan bagian dari pemberdayaan masyarakat secara tidak langsung. Maka, dalam memerangi bahaya narkoba, perlu digunakan strategi pemberdayaan masyarakat untuk melawan penyalahgunaan dan perdagangan gelap narkoba.
Strategi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi bahaya narkoba perlu dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan dan penghidupan, baik politik, ekonomi, sosial-budaya, keamanan, maupun penegakan hukum. Baik langsung maupun tidak langsung, pemerintah, bersama-sama dengan LSM, masyarakat, dan dunia usaha akan mampu menahan laju pertumbuhan penyalahguna narkoba dan peredarannya.
Pancasila sebagai way of life bangsa Indonesia merupakan asas dasar dan landasan utama dalam pemberdayaan masyarakat, termasuk memerangi bahaya narkoba.
Pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila merupakan keberdayaan masyarakat untuk melawan bahaya narkoba.
Sasaran pemberdayaan masyarakat dalam memerangi bahaya narkoba dapat diarahkan secara langsung kepada keluarga, orang tua, kelompok masyarakat, remaja, dan pemuda.
Pemberdayaan secara tidak langsung melalui pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan, penciptaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan budaya dan penegakan hukum pasti akan membebas masyarakat dari bahaya narkoba.





2.2        Pemanfaatan Modal sosial
Modal sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Sejak konsepnya dicetuskan, istilah “modal sosial” telah digambarkan sebagai “sesuatu yang sangat manjur” [Portes, 1998:1] bagi semua masalah yang menimpa komunitas dan masyarakat di masa kini.
Sementara berbagai aspek dari konsep ini telah dibahas oleh semua bidang ilmu sosial, sebagian menelusuri penggunaannya di masa modern kepada Jane Jacobs pada tahun 1960-an. Namun ia tidak secara eksplisit menjelaskan istilah modal sosial melainkan menggunakannya dalam sebuah artikel dengan rujukan kepada nilai jaringan. Uraian mendalam yang pertama kali dikemukakan tentang istilah ini dilakukan oleh Pierre Bourdieu pada 1972 (meskipun rumusan jelas dari karyanya dapat ditelusuri ke tahun 1984). James Coleman mengambil definisi Glenn Loury pada 1977 dalam mengembangkan dan mempopulerkan konsep ini. Pada akhir 1990-an, konsep ini menjadi sangat populer, khususnya ketika Bank Dunia mendukung sebuah program penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat perhatian publik melalui buku Robert Putnam pada tahun 2000, Bowling Alone.
Beberapa contoh dari modal sosial antara lain adalah POMG (Persatuan Orang tua Murid dan Guru), kepramukaan, dewan sekolah, liga boling, jaringan internet, dan bahkan kelompok-kelompok ekstrem seperti Ku Klux Klan atau kelompok supremasis kulit putih, meskipun kelompok-kelompok ini menciptakan modal sosial yang eksklusif yang dapat menimbulkan akibat yang negatif.
Semua kelompok ini dapat menolong membangun dan menghancurkan masyarakat karena mereka menjembatani atau mengikat perilaku. Bila jumlah interaksi manusia meningkat, orang akan lebih mungkin untuk saling menolong dan kemudian menjadi lebih terlibat secara politik.
Baru-baru ini muncul banyak diskusi tentang komunitas surat listrik dan online dan apakah mereka menolong membangun modal sosial. Sebagian orang berpendapat bahwa mereka memang menjembatani orang tetapi tidak mengikatnya. Perdebatan menarik lainnya di antara para ilmuwan politik berkaitan dengan apakah surat listrik menolong menghasilkan atau mengurangi modal sosial di lingkungan tempat kerja.
Inti dasar pemikiran modal sosial adalah bahwa hubungan atau jaringan sosial mempunyai nilai.  Modal sosial menunjuk pada nilai kolektif dari semua hubungan atau jaringan sosial dan kecenderungan yang timbul dari hubungan atau jaringan ini untuk saling berbuat sesuatu (ada norma hubungan timbal balik).
Modal sosial tak hanya menekankan kehangatan dan rasa menyayangi, tetapi suatu variasi yang luas dari manfaat yang sangat spesifik yang mengalir dari kepercayaan, hubungan timbal balik, informasi dan kerjasama kemitraan dalam hubungan atau jaringan kerja sosial. Modal sosial menciptakan nilai untuk masyarakat yang terhubungkan (termasuk yang tak terlibat kecuali sekadar menjadi penonton). Modal sosial, menunjuk pada institusi, hubungan dan norma yang membentuk kualitas dan kuantitas interaksi sosial suatu masyarakat. Peningkatan bukti menunjukkan bahwa kohesi/kepaduan sosial begitu pentingnya bagi masyarakat dalam ikhtiar pemakmuran ekonomi dan keberlanjutan pengembangannya. Modal sosial bukan sekadar penjumlahan institusi yang menyokong sebuah masyarakat, lebih dari itu, ia adalah perekat yang mengikat mereka secara bersama.
Modal sosial berlangsung melalui: aliran informasi (contoh pembelajaran keahlian kerja, pertukaran ide di kampus dsb), norma hubungan timbal balik atau kerjasama mutual (menghubungkan masyarakat sejenis yang berlangsung terus menerus), tindakan kolektif (contoh peran yang dimainkan gereja kaum hitam dalam memperjuangkan hak-hak sipil), solidaritas yang didukung hubungan sosial yang menerjemahkan mentalitas “Aku” menjadi mentalitas “Kami”.
Contoh modal sosial dalam kehidupan sehari-hari: masyarakat tingkat Rukun Tetangga di sebuah pemukiman yang secara informal mengawasi rumah tetangganya ketika musim mudik Lebaran, ini adalah modal sosial yang dilakukan dalam bentuk tindakan. Atau saat kebakaran melanda pasar Tanah Abang, Jakarta, paguyuban keluarga Minang misalnya, membuka Pos Kemanusiaan (sekaligus pos pemulihan ekonomi) bagi pedagang korban kebakaran asal Minang atau orang Minang.
Dusun Poton, sebuah kampung di pinggiran kota Yogyakarta, juga menunjukkan contoh andil modal sosial dalam mengentaskan kemiskinan. Seorang janda tua, Mbok Kromo (70), asalnya seorang tunawisma. Suaminya yang buruh tani meninggal tanpa mewariskan harta apapun. Anaknya meninggal pula ketika masih bayi karena sakit yang tidak terobati. Mbok Kromo, janda rabun yang sedang menderita sakit ini, dalam perjalanan mencari persinggahan terakhir tiba di dusun Poton dan mendapat sambutan yang ramah dari warga Poton. Warga memberinya tanah, bergotong-royong membangunkan gubuk. Sebenarnya, sebagai janda tua dan rabun, ia punya potensi kuat menjadi pengemis, tetapi sikap beradab warga dusun Poton mendorongnya menunjukkan kemampuannya bekerja – semampunya, bukan tercampak menadahkan tangan di jalanan.
Contoh modal sosial lainnya dapat ditemukan dalam jaringan pertemanan, pertetanggaan, masjid, sekolah, asosiasi warga masyarakat, klub beladiri dan sebagainya. Motto “di mana setiap orang tahu nama anda” menangkap satu aspek penting dari modal sosial. Dampak modal sosial memberi efek pada transaksi ekonomi, produksi, loyalitas dan kesediaan untuk menanggung resiko bahkan bencana yang besar.
Modal sosial selain mempunyai sisi positif juga memiliki sisi negatif. Modal sosial dapat menjadi suatu perangkap dan alat yang berpengaruh kuat terhadap terjadinya ketidakmajuan bahkan pemiskinan seseorang atau sekelompok orang. Modal sosial dapat menjadi suatu pembatas sosial bagi seseorang untuk keluar atau masuk dari suatu kelompok. Kegiatan-kegiatan kolusi dan nepotisme pun seringkali lahir karena orang cenderung menggunakan relasi-relasi primordial. Sisi negatif lain dari modal sosial adalah biaya. Biaya-biaya ini merupakan konsekuensi dari pemeliharaan kebersamaan dan ikatan dalam kelompok. Dalam kasus-kasus tertentu seperti sindikat mafia, biaya yang harus ditanggung bahkan berupa nyawa atas kesetiaan terhadap kelompok. Sisi gelap modal sosial juga ditujukan pada kelompok atau jaringan yang punya tujuan yang berlawanan dengan tujuan masyarakat umum (contoh kartel narkoba, sindikat penipuan dsb)

Modal Sosial Sebagai Perekat Kehidupan Bermasyarakat
Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau menghasilkan, modal itu sendiri dapat dibedakan atas (1) modal yang berbetuk material seperti uang, gedung atau barang; (2) modal budaya dalam bentuk kualitas pendidikan; kearifan budaya lokal; dan (3) modal sosial dalam bentuk kebersamaan, kewajiban sosial yang diinstitusionalisasikan dalam bentuk kehidupan bersama, peran, wewenang, tanggungjawab, sistem penghargaan dan keterikatan lainnya yang menghasilkan tindakan kolektif.
Menurut James Colement (1990) modal sosial merupakan inheren dalam struktur relasi antarindividu. Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya.
Putnam (1995) mengartikan modal sosial sebagai “features of social organization such as networks, norms, and social trust that facilitate coordination and cooperation for mutual benefit”. Modal sosial menjadi perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma, kepercayaan dan jaringkerja, sehingga terjadi kerjasama yang saling menguntungkan, untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial juga dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki bersama oleh komunitas, serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu kegiatan yang produktif. Hal ini sajalah pula dengan apa yang dikemukakan Bank Dunia (1999) modal sosial lebih diartikan kepada dimensi institusional, hubungan yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial pun tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.
Menurut Lesser (2000), modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya, memberikan kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggungjawabnya. Sarana ini menghasilkan rasa kebersamaan, kesetiakawanan, dan sekaligus tanggungjawab akan kemajuan bersama.
Manusia belum disebut manusia yang sebenarnya, bila ia tidak ada dalam suatu masyarakat, karena itu pula maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia pada dasarnya tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan baik tanpa hidup bermasyarakat. Sejak lahir, manusia membutuhkan pertolongan manusia lain, sampai dewasa dan meninggal (dan dikubur), ia pun tetap membutuhkan manusia lain. Kemandirian manusia tidak diartikan sebagai hidup sendiri secara tunggal, tapi hidup harmonis dan adaptif dalam tatanan kehidupan bersama. Seperti yang dikemukakan oleh Fairchild (1980) masyarakat merujuk pada kelompok manusia yang memadukan diri, berlandaskan pada kepentingan bersama, ketahanan dan kekekalan/kesinambungan.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi, semangat bekerjasama, kemampuan berempati, merupakan modal sosial yang melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan dapat meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi bahkan dihancurkan oleh pihak luar.

Ismail Serageldin memberikan klasifikasi modal sosial antara lain:
  • Modal sosial dalam bentuk interaksi sosial yang tahan lama tetapi hubungan searah, seperti pengajaran dan perdagangan sedang interaksi sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik) seperti jaringan sosial dan asosiasi.
  • Modal sosial dalam bentuk efek interaksi sosial lebih tahan lama dalam hubungan searah seperti kepercayaan, rasa hormat dan imitasi sedang dalam bentuk hubungan timbal balik seperti gosip, reputasi, pooling, peranan sosial dan koordinasi, semua ini mengandung nilai ekonomi yang tinggi.
v  Modal sosial untuk kasus penyalahgunaan obat dapat dibagi menjadi 3 secara garis besar, yaitu antara lain :
  • Modal Intelektual
Mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimiliki manusia untuk mengartikulasikan sebuah konsep atau pemikiran. Dengan modal intelektual dapat melahirkan sebuah ide tau jalan keluar untuk penyelesaian kasus narkoba di Indonesia Tanpa modal intelektual, maka akan sangat gampang Bangsa Indonesia dijerumuskan oleh Bangsa Asing ke dalam lembah hitam narkoba.

  • Modal finansial
Modal finansial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli fasilitas dan sarana yang diperlukan untuk menanggulangi kasus penyalahgunaan obat. Tanpa adanya modal financial kasus penyalahgunaan obat menjadi lambat dalam penanganannya. Pembangunan panti – panti rehabilitasi bagi pemakai narkoba, semua itu dapat terealisasi karena adanya modal financial yang menunjangnya.
  • Modal Kultural
Modal kultural meliputi pengetahuan dan pemahaman komunitas terhadap praktek dan pedoman – pedoman hidup dalam masyarakat. Sehingga dengan modal cultural dapat mencegah Bangsa Indonesia hidup dengan budaya kebarat-baratan. Narkoba itu merupakan budaya barat yang sengaja dimasukkan ke dalam Indonesia untuk merusak citra Bangsa Indonesia.

2.3        Pemanfaatan Institusi Sosial
Organisasi Masyarakat
1)   GANNAS sebuah Organisasi Non Pemerintah yang bekerja secara  independent yang konsen pada Permasalahan Penyalahgunaan narkotika Di Indonesia Khususnya Kota-kota besar, adapun GANNAS mempunyai target kerja sebagai berikut :
1. Jangka Awal
  • Melakukan inventarisir wilayah Jakarta rawan Narkoba.
  • Membangun Komunikasi dan kerjasama pada masyakarat secara langsung.
  • Melakukan komunikasi dan diskusi pada Badan Narkotika Nasional/ Propinsi, dengan Organisasi Anti Narkoba lainnya dan Badan-badan atau Lembaga dan perorangan yang juga melakukan Pemberantasan Narkoba.
2. Jangka Menengah
  • Melakukan Road show Diskusi tentang Bahaya Narkoba pada beberapa Kampus dan SMU di Jakarta.
  • Melakukan kerja konkrit lapangan dalam pemberantasan Narkoba dan melibatkan unsur RT (Rukun Tetangga) dan RW (Rukun Warga).
  • Merekomendasi Para Korban Penyalahgunaan Narkotika untuk di Rehabilitasi.
  • Menyelenggarakan Festival Musik Anti Narkoba.
  • Menyelenggarakan Kampanye dan Konser Amal untuk Korban Narkoba yang tidak mampu untuk disalurkan menjadi manusia yang kreatif dan berdaya.
3. Jangka Panjang
  • Melakukan kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum dalam hal Penindakan terhadap Pengedar dan Pengguna Narkotika.
  • Membuat dan menyiapkan Rumah Karya sebagai tempat mendidik dan menempa para korban penyalahgunaan Narkotika untuk menjadi Manusia Yang Kreatif dan Produktif di segala bidang.
  • Melakukan kerjasama dengan Lembaga Anti Narkotika Internasional.
2)   Aliansi Stakeholder Anti Narkoba (ASA-NARKOBA)
Forum ini menamakan kegiatannya : “Pemberdayaan pranata sosial dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba melalui kegiatan preventif”. Sasarannya adalah masyarakat, remaja, lembaga-lembaga pendidikan yang berada di lingkungan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Tujuan kegiatan adalah :
a)   Meningkatkan pemahaman tentang bahaya narkoba bagi masyarakat, remaja dan lemabga-lembaga pendidikan.
b)   Membentuk kelompok-kelompok kerja, kemitraan yang peduli terhadap masalah narkoba.
c)   Memfungsikan pranata-pranata sosial dalam masyarakat dalam mencegah penyalahgunaan narkoba.
d)  Menjalin kerjasama antar pranata yang ada dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba.
Walaupun Pusbangtansosmas menawarkan suatu model pemberdayaan namun pelaksanaan pembentukan forum dan kegiatannya diserahkan sepenuhnya kepada forum. Forum ASA-NARKOBA mempunyai susunan organisasi sbb : 1 orang ketua, 1 orang sekretaris, 1 orang bendahara dan 3 divisi (divisi pengorganisasian, divisi pendidikan dan penyuluhan, divisi advokasi). Kegiatan ASA-NARKOBA selama 6 bulan meliputi pembentukan kelompok kerja anti narkoba, penyuluhan anti narkoba, pelatihan konseling teman sebaya, lomba desain poster anti narkoba, talk show selasa solusi, sosialisasi dampak narkoba melalui serial Jum’at, iklan layanan masyarakat, mapping napza (penyebaran angket). Untuk kegiatan tersebut, ASA-NARKOBA mendapat dana stimulan dari Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI sebesar Rp 10.000.000,-
3)   G-Santun (Gerakan Sosial Anti Narkoba Medan Tuntungan)
Menjadi salah satu upaya pencegahan peredaran narkoba di tingkat paling bawah. Mereka telah melakukan upaya penyuluhan ke beberapa sekolah lanjutan yang ada di Medan. Salah satu Prinsipnya lebih baik mencegah daripada mengobati yang sudah terkena narkoba. Kolaborasi pranata social ini cukup baik dan dianggap ampuh dalam mengantisipasi masalah narkoba pada masa mendatang.
4)   GEPENTA (Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran)
v MAKSUD
  1. Agar GEPENTA dapat dijadikan Gerakan Nasional yang mampu membangkitkan semangat seluruh komponen bangsa untuk mau bersama-sama memerangi bahaya Narkoba dan mencegah tawuran anarkhis.
  2. Agar GEPENTA dapat menjembatani peran dari semua lapisan masyarakat sesuai dengan jenis pekerjaan, lingkungan pendidikan maupun lingkungan pemukiman sebagai upaya membantu pemerintah dalam kegiatan preventif, represif serta rehabilitasi terhadap masalah-masalah yang terkait dengan bahaya Narkoba dan tawuran serta anarkhis.
  3. GEPENTA diharapkan mampu mempersempit ruang gerak langkah Bandar Narkoba serta Provokator tawuran, anarkhis ditengah-tengah masyarakat.
  4. GEPENTA diharapkan secara berkelanjutan menyadarkan masyarakat, khususnya generasi muda untuk tidak henti-hentinya memerangi Bandar pengedar Narkoba, menengahi tawuran dan anarkhis.
  5. Agar GEPENTA dapat menjadi agenda bulanan yang dioperasionalkan setiap hari diseluruh tanah air. Dengan mengupayakan agar masyarakat bertekat tiada hari tanpa bertindak memberantas penyalahgunaan narkoba, mencegah terjadinya tawuran dan tidak melakukan tindakan perbuatan anarkis.
v TUJUAN
  1. Menjadikan warga masyarakat di Republik Indonesia tercinta ini sadar dan mengerti akan bahaya Narkoba, sekaligus paham terhadap dampak negative dari tawuran dan perbuatan anarkhis.
  2. Menciptakan kondisi bangsa yang bebas bahaya Narkoba dan tawuran serta anarkhis sehingga kedepan akan dapat menghasilkan generasi muda yang lebih sehat, cerdas, beriman dan bertaqwa.
  3. Memberikan pencerahan lingkungan yang terbebas dari Narkoba, tawuran dan anarkhis yang selanjutnya akan menciptakan lingkungan tertib, aman, damai dan sejahtera
  4. Mengembalikan nama baik Indonesia sebagai bangsa yang disegani dan diperhitungkan dalam pergaulan antar bangsa serta mampu meningkatkan masuknya investasi di negeri yang sejak dahulu terkenal sebagai zamrud khatulistiwa.
5)   Perkumpulan Seniman Antinarkoba (Sian) Kota Medan mulai kemarin menggelar pameran seni lukis dan painting exhibition dengan tujuan mengampanyekan bahaya narkoba kepada masyarakat. Sian merasa bertanggung jawab memerangi peredaran obat-obatan terlarang itu. Sian merupakan satu-satunya organisasi bentukan Badan Narkotika Nasional (BNN). Misi Sian yaitu mengkampanyekan bahaya narkoba bagi seniman dan juga keluarga serta kepada masyarakat luas.
6)   Rumah Sakit, contohnya MH Thamrin di Jakarta, RS Angkatan Darat, RS Ketergantungan Obat-Fatmawati.
7)   Organisasi agama seperti Pesantren Islam Tebu Ireng (JawaTim), dan Inabah dan Al Ihya di Jakarta, Pondok Bina Kasih (pusat Kristen) dan pula Yayasan Kasih Mulia yang beragama Katolik.

Organisasi Swasta
1)   Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental organization; NGO). Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.


Peran LSM dalam kasus penyalahgunaan narkoba :
a)   Aktif dalam memberikan informasi kepada penyidik tentang terjadinya penyalahgunaan Narkoba di masyarakat.
b)   Kemitraan dengan instansi Pemerintah terkait termasuk Polri dalam melaksanakan kegiatan pre-emtif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
c)   Membentuk pusat-pusat konseling dan panti rehabilitasi Narkoba.
2)   Organisasi donor, adalah organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan ornop lain.
3)   Organisasi mitra pemerintah, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatanya.
4)   Organisasi profesional, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.
5)   Organisasi oposisi, adalah organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Ornop ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
6)   YCAB (Yayasan Cinta Anak Bangsa) merupakan yayasan sosial yang bergerak dalam penyuluhan anti narkoba. Aktifitasnya diisi dengan penyuluhan dan talk show. Dengan target anak sekolah dan anak-anak muda. Dan bersifat preventif dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
7) LETUPAN (Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba)
Didirikan oleh Bpk H. Mastar ‘Ain Tanjung BA.
Bpk H. Mastar ‘Ain Tanjung BA yang juga menjabat sebagai ketua Letupan Indonesia telah mendapatkan Pin Perak dari Kapolri semasa dijabat Drs Da’i Bachtiar.
Mendirikan Letupan adalah alasan Bpk H.Mastar ‘Ain Tanjung untuk bersama memerangi NARKOBA. Karna Narkoba kini sudah semakin marak dan menjadi monster pembunuh menakutkan. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, setiap tahun sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal akibat mengkonsumsi Narkoba. Data itu juga menyebutkan saat ini 3,2 juta penduduk Indonesia menjadi penyalah guna Narkoba, termasuk 800 orang diantaranya kini terpaksa menjalani perawatan di panti rehabilitasi di dalam dan di luar Negeri.
Dengan berdirinya Lembaga Terpadu Pemasyarakatan Anti Narkoba (LETUPAN) Indonesia, agar supaya dapat segera membasmi maraknya peredaran NARKOBA dikalangan anak-anak bangsa.
Mari bersama kita segera berbuat dan jangan tunggu hari esok lagi, karena bila menunggu hari esok, korban akan semakin banyak, dan tidak lepas kemungkinan itu adalah adik, saudara, kakak, juga teman yang menjadi korbannya.
8)   Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP)
Panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi eks korban penyalahgunaan NAPZA. (Kepmensos no.50/HUK/2004)

2.4        Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial
Kontrol Sosial
Kata “bersama” dalam slogan di atas memang menjadi kunci. Sebab, banyak pakar sosiologi memberi rekomendasi bahwa tanpa kebersamaan dalam menghalau penyakit masyarakat berupa penyalah gunaan narkoba itu menjadi sesuatu yang jauh panggang dari api. Betapapun orang tua superketat menjaga anaknya agar tidak terganggu narkoba, waktu bebas anak dari orang tua cukup leluasa. Pada jeda kontrol orang tua itulah, kemungkinan pengaruh buruk itu masuk.
Maka, sosiolog Travis Hirchi mengidentifikasi empat hal sebagai modal kuat ikatan sosial (social bonds) membangun anak agar tidak terpengaruh lingkungan negatif. Yakni, attachment (keterikatan kasih sayang), commitment (komitmen), involvement (keterlibatan), dan belief (kepercayaan). Keempat elemen tersebut saling terkait satu sama lainnya dan jika terjalin ikatan yang kuat antara individu dengan masyarakat maka potensi terjadinya kenakalan kecil. Sedangkan, jika ikatan tersebut lemah maka akan memiliki kecenderungan yang besar terjadinya kenakalan.
Merajalelanya peredaran narkoba terkuak pada peringatan Hari Anti Narkoba se Dunia, 26 Juni 2009 lalu. Di Lampung misalnya, sejak 2008 hingga Juni 2009 berhasil disita 2,89 ton ganja kering yang kemudian dimusnahkan berikut ribuan butir pil ekstasi, 54,9 gram putau, 68,1 gram sabu-sabu dan 31 ribu botol minuman keras. Ini adalah bukti konkret bahwa Lampung sudah masuk pada area rawan narkoba.
Pada hakikatnya, penyalahgunaan narkoba yang dilakukan remaja ini merupakan produk konflik budaya yang kontroversial. Dalam iklim penuh konflik budaya ini terdapat banyak kelompok sosial yang tidak bisa didamaikan dan dirukunkan, dan selalu saja terlibat dalam ketegangan, persaingan dan benturan sosial yang diwarnai rasa benci dan dendam kesumat. Kebudayaan tegangan tinggi ini menjadi persemaian yang subur bagi berkembangnya tingkah laku menyimpang dari remaja yang menyebarkan pengaruh jahat dan buruk dan pada akhirnya bisa mengganggu ketentraman umum.
Oleh karena itu, untuk pengendalian penanggulangan kejahatan narkoba, beberapa langkah harus dijalankan secara komprehensif. Langkah antisipasi paling awal adalah preemtif. Penegak hukum bersama elemen masyarakat lain yang mempunyai andil dalam ranah budaya lokal melakukan bimbingan dan penyuluhan soal akibat buruk penyalahgunaan narkoba.
Langkah berikutnya adalah preventif. Langkah ini adalah pencegahan yang ditujukan untuk mengawasi dan mengendalikan terhadap jalur gelap dan tempat-tempat strategis yang dijadikan sebagai arena para pengguna narkoba (police hazard). Polisi harus bersinergi dengan lembaga dan pihak lain, termasuk tokoh-tokoh nonformal.
Dan upaya terakhir adalah represif. Yakni, penindakan dan penegakan hukum terhadap ancaman faktual dengan sanksi yang tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para pelaku penyalagunaan dan pengedar narkoba.
Bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Polri berupa kegiatan operasi rutin dan operasi khusus yang ditujukan untuk memutus jalur peredaran gelap narkoba, mengungkap jaringan sindikat, mengungkap kasus dan motivasi/latar belakang dari kejahatan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan teori sosial control bahwa pengaruh dari akibat penyalahgunaan narkoba oleh remaja yang biasanya dilakukan melalui pergaulan antar remaja dengan lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya akan menimbulkan gangguan sosial. Antara lain, berbuat tidak senonoh atau melanggar norma-norma kesusilaan, mencuri, mengganggu ketertiban umum, mengancam stabilitas dan ketahanan nasional.
Untuk itu, tiga upaya pengendalian predaran dan dampak penyalah gunaan narkoba mutlak harus dilakukan secara komprehensif. Yakni, preemtif, preventif, dan represif. Ketiganya harus tetap gencar dan semangat. Sebab, jika satu sisi mengendur, sisi lainnya akan mengalami masalah serius.
Terhadap kegiatan preemtif lebih dititikberatkan kepada pendidikan moral ataupun pengetahuan-pengetahuan tentang bahaya narkoba dan dampaknya terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Pemulihan Sosial
Pemulihan anak nakal dan eks korban narkotika dilaksanakan melalui sistem panti. Untuk anak nakal di dalam Panti Sosial Marsudi Putra dan untuk anak eks korban penyalahgunaan Narkotika di dalam Panti Sosial Parmadi Putra. Tujuan yang dicapai dari program pemulihan ini, anak dapat kembali hidup secara wajar di dalam lingkungan keluarganya dan dapat kembali sekolah seperti dulu. Di samping melaksanakan program pemulihan langsung, dinas sosial juga memberikan bantuan teknis kepada organisasi sosial yang menyelenggarakan program pemulihan bagi anak eks korban narkotika.

2.5        Kerjasama dan jaringan
  • Kerjasama Pemda Aceh dengan Yayasan Mah Fah Luang di Daitung, Thailand
Pemerintah Daerah di Aceh mendukung pemberantasan ganja di Aceh yang bekerjasama dengan Yayasan Mah Fah Luang di Daitung, Thailand. Kerjasama yang dilakukan dalam bentuk menggantikan tanaman ganja dengan tanaman alternative. Pemda Aceh dalam kerja sama dengan Yayasan Daitung dari Kerajaan Thailand itu hanya memfasilitasi dan akan memperluas ke daerah-daerah lain.
  • PBNU Kerjasama Atasi Narkoba dengan BNN
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menandatangani nota kesepakatan kerjasama gerakan pencegahan, terapi, dan rehabilitasi narkotika dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang saat ini dipimpin Komjen Pol Makbul Patmanegara di gedung PBNU Jakarta, Kamis. Dalam sambutannya Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menyatakan, kerjasama ini merupakan kerjasama kedua PBNU dengan Polri dan kerjasama pertama adalah upaya pemberantasan terorisme di mana PBNU diminta membantu memberikan pemahaman keagamaan yang benar. “Tak mungkin gerakan ideologi dihadapi dengan tekanan fisik belaka, yang harus dibenarkan adalah pemahaman keagamaan mereka yang salah,” kata pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu. Mengenai kerjasama mengatasi narkoba, Hasyim menyebut korban dari narkoba jauh lebih banyak dan efeknya lebih berat daripada terorisme karena narkoba membawa akibat seumur hidup. Terkait kerjasama itu PBNU akan membantu mensosialisasikan gerakan anti narboka melalui struktur yang dimiliki NU mulai dari PBNU sampai tingkat ranting NU yang tersebar di seluruh Indonesia serta jalur kultural seperti pesantren dan sarana dakwah sehingga mampu menyentuh hingga tingkat keluarga. “Ini penting karena semua orang tahu akan bahaya narkoba, namun banyak dari mereka tidak tahu secara detail bagaimana narkoba menghancurkan,” katanya. BNN sendiri saat ini memiliki 10 pusat rehabilitasi terpadu bekerjasama dengan berbagai pihak yang berada di DKI Jakarta, Sumatra Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung.
  • Polri dan BNN kerja sama ciptakan Zona Bebas Narkoba
Selain menjalin nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung dalam penanganan narkotika, BNN juga menjalin nota kesepahaman dengan Polri dan Bea Cukai. Nota kesepahaman yang baru akan ditandatangani hari ini, bertujuan untuk menciptakan zero zone narcotic (kawasan beba narkotika) di Bandara Soekarno-Hatta. Kerja sama dengan Polri diharuskan karena BNN tidak mempunyai fasilitas sumber daya manusia pegawai yang mumpuni untuk menjangkau maraknya kejahatan narkotika yang tersebar di seluruh Indonesia. BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi untuk keperluan itu. “Dalam kejahatan narkotika itu yang kami hadapi adalah sindikat internasional. Jaringan narkotika itu kan berkaitan dengan keluar masuknya orang, berkaitan dengan pintu-pintu masuk di perbatasan maupun yang berkaitan dengan penindakan di airport-airport (bandara) dan pelabuhan,” katanya. BNN juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak untuk keperluan pelacakan aset-aset dan harta kekayaan hasil kejahatan narkotika dari sindikat kejahatan narkotika yang ada di Indonesia. Aset-aset itu nantinya akan digunakan untuk pembiayaan pemberantasan, pencegahan kejahatan narkotika, dan program penyembuhan para penyalah guna. “Yang punya semua data itu, ya dirjen pajak, khususnya mengenai data harta kekayaan perorangan di wilayah yurisdiksi Indonesia,” tukasnya. Kerja sama juga dijalin dengan Kejaksaan Agung dalam upaya percepatan penyitaan barang bukti kejahatan narkotika, yang nantinya akan dimusnahkan. Selain itu, BNN juga menjalin kerja sama dengan pihak Bank Indonesia. “Selama ini kan kita kesulitan untuk memintakan data dana mereka-mereka para anggota sindikat narkotika karena terganjal asas kerahasiaan perbankan. Kini dengan UU baru, kami dan Polri diberi kemudahan akses untuk dapat memintakan data itu dibuka kepada BI,” tuturnya. Dengan menjalin kerja sama dengan berbagi institusi tersebut, BNN berharap tugas pokok dan fungsi mereka dalam UU baru dapat dijalankan dengan baik dan tidak lagi mengalami hambatan serta benturan dengan institusi-institusi tersebut. “Implementasinya diharapkan dapat berjalan lebih baik dari UU sebelumnya,” tandasnya.
  • Kerjasama Polri-Dea Amerika Serikat
Lima personil petugas pelatih dari Drug Enforcement Administrasi (DEA) Amerika Serikat perwakilan Singapore yang membawahi Indonesia, Singapore, Malaysia dan Thailand direncanakan melakukan pelatihan bersama dalam penanganan narkoba. Areal pelatihan yang direncanakan di kawasan Danau Lau Kawar di bawah kaki gunung berapi Sinabung, Kamis (24/1) ditinjau pimpinan DEA, Sersan Stepen Will dan rekannya didampingi Kasatlantas Polres Karo AKP. J Pinem, Waka Polres Karo, Kompol Bayu Aji Sik M.Hum dan Kasat Narkoba IPTU B Sitanggang dan tim penterjemah Polres Karo AIPDA Zulkifli dan sejumlah personil Polres Karo lainnya. Kepada SIB, Bayu Aji mengatakan, dipilihnya kawasan Danau Lau Kawar sebagai tempat pelatihan penanganan marijuana tersebut, selain keramahan masyarakatnya, juga didukung alam dan panorama yang indah dan masih merupakan zona hutan lebat. Pelatihan yang dijadwalkan Mei-Juni mendatang diharapkan dapat bermanfaat bagi satuan polisi dalam penanganan ganja di daerah sejajaran Poldasu. Di antaranya, dapat mempersempit gerak pelaku bisnis ganja dan dapat meminalisir kegiatan petani ganja di daerah dengan alat-alat canggih yang nantinya dapat membantu kinerja Polri di daerah ini, ujar Bayu. Walau daerah Karo belum tergolong sebagai basis “perkebunan” ganja di Sumatera Utara, namun hal ini harus tetap diperhatikan. Selain daerah ini sebagai jalur transit pengiriman ganja dari daerah NAD ke arah Medan, juga di daerah Karo sudah berkali-kali ditemukan polisi ladang ganja. “Bayangkan saja, selama tahun 2007 sudah ditemukan 13 lokasi perladangan ganja seluas 3 hektar. Pelatihan khusus penanganan ganja sebelumnya sudah terselenggara atas kerjasama Polri dengan DEA di Menado (Polda Sulawesi) dan di Bandung (Polda Jawa Barat), tambah Sersan Stepen melalui Bayu Aji. Pada kesempatan tersebut, tim DEA dan Polres Karo menyempatkan diri memetik dan menikmati jeruk sangkis milik Jerman Sitepu di pinggir Danau Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran. Selanjutnya tim DEA kembali ke Medan dipimpin Drs Open Gerhard selaku tim penterjemah dari Poldasu dan staf dari Unit Narkoba Poldasu.
  • Jaringan Sosial atau social network merupakan elemen penting dalam pengembangan masyarakat, termasuk dalam perancangan strategi penanggulangan penyalahgunaan narkoba di tingkat lokal. PM sebagai sebuah metode seringkali menekankan pentingnya warga masyarakat dan lembaga-lembaga tingkat lokal sebagai inisiator, kolaborator dan sumber yang dapat dijadikan sarana pencapaian tujuan program. Jaringan diantara lembaga-lembaga masyarakat dapat menggambarkan kondisi dan dinamika kehidupan sosial masyarakat, termasuk tingkat standar hidup, partisipasi sosial, dan pola-pola relasi sosial diantara mereka. Lembaga-lembaga sosial lokal baik yang bersifat tradisional maupun modern yang berada pada sebuah komunitas lokal merupakan kendaraan dengan mana perubahan sosial dan aksi sosial berlangsung (Robert, 1995; Dershem dan Gzirishvili, 1998; Reingold, 1999).
  • Pemanfaatan jaringan
Strategi pemanfaatan jaringan, merupakan salah satu upaya yang ditempuh oleh  dalam mengatasi masalah sosial. Jaringan yang dimaksud adalah relasi sosial mereka, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan.









BAB III METODE PENULISAN


3.1    Metode secara umum (Berdasarkan Pendapat Para ahli/literature).
Metode yang lazim digunakan yaitu metode ilmiah. Metode ilmiah yaitu cara yang ditempuh melalui langkah – langkah ilmiah.
Langkah – langkah ilmiah tersebut antara lain :
·         Merumuskan masalah
·         Melakukan observasi/pengamatan untuk mendapatkan fakta
·         Mengumpulkan data dan menyusun data untuk (organizing)
·         Membuat dugaan sementara/hipothesa
·         Melakukan eksperimen/percobaan untuk menguji kebenaran hipothesa
·         Analisis data dari informasi – informasi yang telah didapat
·         Menarik kesimpulan

3.2    Metode secara khusus (Berdasarkan metode yang penulis gunakan dan berkaitan dengan judul makalah).
Metode – metode yang penulis terapkan sebagai penunjang dalam penyelesaian makalah yang berjudul “Masalah Sosial Sebagai Hambatan Peningkatan Kesejahteraan (Kasus Penyalahgunaan Obat) dan Upaya Pemecahannya” ini adalah :
·         Metode Tinjauan Pustaka
Metode tinjauan pustaka yaitu metode yang hasilnya didasarkan atas analisis dari berbagai pustaka yang berkaitan dengan rumusan masalah dengan tujuan menetapkan masalah tersebut. Penalaran pada tinjauan pustaka ini didukung oleh perbendaharaan pustaka yang sesuai.






BAB IV Upaya Penanganan Masalah Kemiskinan


Upaya penanggulangan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut ini :
1)   Preventif (pencegahan), yaitu untuk membentuk masyarakat yang mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan. Pencegahan penyalahgunaan Narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembinaan dan pengawasan dalam keluarga, penyuluhan oleh pihak yang kompeten baik di sekolah dan masyarakat, pengajian oleh para ulama, pengawasan tempat-tempat hiburan malam oleh pihak keamanan, pengawasan distribusi obat-obatan ilegal dan melakukan tindakan-tindakan lain yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan kesempatan terjadinya penyalahgunaan Narkoba.
2)   Represif (penindakan), yaitu menindak dan memberantas penyalahgunaan narkoba melalui jalur hukum, yang dilakukan oleh para penegak hukum atau aparat keamanan yang dibantu oleh masyarakat. Kalau masyarakat mengetahui harus segera melaporkan kepada pihak berwajib dan tidak boleh main hakim sendiri.
3)   Kuratif (pengobatan), bertujuan penyembuhan para korban baik secara medis maupun dengan media lain. Di Indonesia sudah banyak didirikan tempat-tempat penyembuhan dan rehabilitasi pecandu narkoba seperti Yayasan Titihan Respati, pesantren-pesantren, yayasan Pondok Bina Kasih dll.
4)  Rehabilitatif (rehabilitasi), dilakukan agar setelah pengobatan selesai para korban tidak kambuh kembali “ketagihan” Narkoba. Rehabilitasi berupaya menyantuni dan memperlakukan secara wajar para korban narkoba agar dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Kita tidak boleh mengasingkan para korban Narkoba yang sudah sadar dan bertobat, supaya mereka tidak terjerumus kembali sebagai pecandu narkoba. Sehubungan dengan hal itu, ada beberapa alternative penanggulangan yang dapat kami tawarkan :
1.      Mengingat penyalahgunaan narkoba adalah masalah global, maka penanggulangannya harus dilakukan melalui kerja sama international.
2.      Penanggulangan secara nasional, yang teramat penting adalah pelaksanaan Hukum yang tidak pandang bulu, tidak pilih kasih. Kemudian menanggulangi masalah narkoba harus dilakukan secara terintegrasi antara aparat keamanan ( Polisi, TNI AD, AL, AU ) hakim, jaksa, imigrasi, diknas, semua dinas/instansi mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah. Adanya ide tes urine dikalangan Pemda Kalteng adalah suatu ide yang bagus dan perlu segera dilaksanakan. Barang siapa terindikasi mengkomsumsi narkoba harus ditindak sesuai peraturan DIsiplin Pegawai Negri Sipil dan peraturan yang mengatur tentang pemberhentian Pegawai Negri Sipil seperti tertuang dalam buku pembinaan Pegawai Negri Sipil. Kemudian dikalangan Dinas Pendidikan Nasional juga harus berani melakukan test urine kepada para siswa SLTP-SLTA, dan barang siapa terindikasi positif narkoba agar dikeluarkan dari sekolah dan disalurkan ke pusat rehabilitasi. Di sekolah- sekolah agar dilakukan razia tanpa pemberitahuan sebelumnya terhadap para siswa yang dapat dilakukan oleh guru-guru setiap minggu. Demikian juga dikalangan mahasiswa di perguruan tinggi.
3.         Khusus untuk penanggulangan narkoba di sekolah agar kerja sama yang baik antara orang tua dan guru diaktifkan. Artinya guru bertugas mengawasi para siswa selama jam belajar di sekolah dan orang tua bertugas mengawasi anak-anak mereka di rumah dan di luar rumah. Temuan para guru dan orang tua agar dikomunikasikan dengan baik dan dipecahkan bersama, dan dicari upaya preventif penanggulangan narkoba ini dikalangan siswa SLTP dan SLTA.
4.         Polisi dan aparat terkait agar secara rutin melakukan razia mendadak terhadap berbagai diskotik, karaoke dan tempat-tempat lain yang mencurigakan sebagai tempat transaksi narkoba. Demikian juga merazia para penumpang pesawat, kapal laut dan kendaraan darat yang masuk, baik secara rutin maupun secara insidental.
5.         Pihak Departemen Kesehatan bekerjasama dengan POLRI untuk menerbitkan sebuah booklet yang berisikan tentang berbagai hal yang terkait dengan narkoba. Misalnya apakah narkoba itu, apa saja yang digolongkan kedalam narkoba, bahayanya, kenapa orang mengkomsumsi narkoba, tanda- tanda yang harus diketahui pada orang- orang pemakai narkoba cara melakukan upaya preventif terhadap narkoba. Disamping itu melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, dan berbagai instansi tentang bahaya dan dampak negative dari narkoba. Mantan pemakai narkoba yang sudah sadar perlu dilibatkan dalam kegiatan penyuluhan seperti itu agar masyarakat langsung tahu latar belakang dan akibat mengkomsumsi narkoba.
6.      Kerja sama dengan tokoh-tokoh agama perlu dieffektifkan kembali untuk membina iman dan rohani para umatnya agar dalam setiap kotbah para tokoh agama selalu mengingatkan tentang bahaya narkoba.
7.      Seperti di Australia, misalnya pemerintah sudah memiliki komitmen untuk memerangi narkoba. Karena sasaran narkoba adalah anak-anak usia 12-20 tahun, maka solusi yang ditawarkan adalah komunikasi yang harmonis dan terbuka antara orang tua dan anak-anak mereka. Booklet tentang narkoba tersebut dibagi-bagikan secara gratis kepada semua orang dan dikirin lewat pos kealamat-alamat rumah, aparteman, hotel, sekolah-sekolah dan lain-lain. Sehubungan dengan kasus ini, maka keluarga adalah kunci utama yang sangat menentukan terlibat atau tidaknya anak-anak pada narkoba. Oleh sebab itu komunikasi antara orang tua dan anak-anak harus diefektifkan dan dibudayakan.

BAB V PENUTUP


5.1        Kesimpulan
Berdasarkan uraian atau penjelasan dari makalah ini  maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan di mana obat digunakan secara berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu.
2. Ada tiga golongan obat yang paling sering disalah-gunakan, yaitu :
·      golongan analgesik opiat/narkotik, contohnya adalah codein, oxycodon, morfin
·      golongan depressan sistem saraf pusat untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, contohnya barbiturat (luminal) dan golongan benzodiazepin (diazepam/valium, klordiazepoksid, klonazepam, alprazolam, dll)
·      golongan stimulan sistem saraf pusat, contohnya dekstroamfetamin, amfetamin, dll.
3. Penyebab seseorang melakukan penyalahgunaan obat yaitu ada tiga kemungkinan, antara lain : seseorang awalnya memang sakit, untuk tujuan rekreasional, seseorang menyalahgunakan obat dengan memanfaatkan efek samping.
4. Dalam mengembangkan sistem sosial yang responsive dapat dilakukan dengan pendekatan penanganan penyalahgunaan narkoba, peran instansi dan kelompok lain dan pemberdayaan masyarakat bebas narkoba.
5. Modal sosial untuk kasus penyalahgunaan obat dapat dibagi menjadi 3, yaitu modal intelektual, modal finansial dan modal kultural.
6. Organisasi Masyarakat yang bergerak dalam menangani kasus narkoba antara lain : GANNAS, ASA-NARKOBA, G-Santun, GEPENTA.
7. Optimalisasi kontribusi pelayanan sosial dalam kasus narkoba meliputi kontrol sosial dan pemulihan sosial.

5.2        Saran
Melalui makalah, penulis akan memberikan beberapa saran yang berhubungan dengan masalah sosial kasus penyalahgunaan obat antara lain sebagai berikut :
1.      Perlunya peningkatan kualitas penyidik Polri khususnya pada Direktorat narkoba, peningkatan anggaran penyelidikan dan penyidikan kasus Narkoba, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, guna lebih memberdayakan Polri dalam mengungkapkan kasus penyalahgunaan Narkoba.
2.      Dengan makin canggihnya modus operandi yang dilakukan jaringan pengedar dalam menyelundupkan Narkoba/prekursor masuk ke Indonesia, maka aparat Bea dan Cukai perlu untuk dilengkapi dengan sarana/peralatan deteksi Narkoba yang lebih canggih pula seperti detector canggih, dog detector (dengan anjing pelacak di Bandara) dan lain-lain sehingga dapat menggagalkan masuknya Narkoba ke Indonesia.
3.      Perlu membuat Lembaga Pemasyarakat khusus Narkoba pada ota-kota besar di Indonesia, jika hal ini masih sulit untuk direalisasikan maka perlu dilakukan pemisahan sel antara narapidana Narkoba dan narapi-dana bukan Narkoba, agar pembinaannya lebih mudah, terfokus dan mereka tidak terpengaruh oleh narapidana kejahatan konvensional yang lain. Dengan demikian setelah mereka keluar dari LP benar-benar dianggap baik, dapat bersosialisasi dan hidup produktif kembali ditengah-tengah masyarakat.
4.      Guna meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta tercapainya situasi Kamtibmas yang kondusif, perlu dilakukan revisi perundang-undangan yang mengatur pemberian sanksi kepada pengguna Narkoba khususnya bagi mereka yang pertama kali menggunakan, untuk tidak diberikan pidana kurungan tetapi berupa peringatan keras sampai dengan sanksi sosial seperti pembinaan social, kerja sosial dan sebagainya. Kenyataan menunjukkan bahwa pidana kurungan terhadap mereka yang tidak punya niat jahat tersebut tidak akan membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik tetapi sebaliknya akan menjadi lebih jahat di kemudian hari. Pengalaman dipenjara selain membuat masa depan menjadi hancur juga akibat pergaulan dengan narapidana lain seperti pembunuh, perampok dan lain-lain akan menjadi pemicu atau mengilhami mereka untuk melakukan hal yang sama dikemudian hari jika mengalami kegagalan dalam kehidupan berma-syarakat.



















DAFTAR PUSTAKA


http://id.wikipedia.org/wiki/Modal_sosial
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/29/memupuk-institusi-lokal-dan-modal-sosial-dalam-kehidupan-bermasyarakat/
http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/26/opi03.htm
http://granat.or.id/index.php?/Granat/programpokokgranat.html
http://www.adandu.com/blog/heman_ale/nikmatnya_narkoba
http://bp.depsos.go.id/modules.php?name=Downloads&d_op=getit
www.radarbanten.com/mod.php?mod=publisher&op…artid
http://malino-08.org/content/view/32/62/
http://bambang.staff.uii.ac.id/2008/08/26/penyalahgunaan-narkoba/

No comments:

Post a Comment