Tuesday, 12 June 2012

TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda)


Proposal Praktek Kerja Lapang


TEKNIK PEMBENIHAN IKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda)






I.  PENDAHULUAN




1.1  Latar Belakang
Salah satu sumber daya laut yang banyak dieksploitasi akhir-akhir ini adalah kuda laut (Hyppocampus kuda). Kuda laut diperdagangkan sebagai ikan hias dan juga sebagai bahan obat. Menurut Vincent (1996) dalam Syafiuddin (2004) yang meneliti tentang perdagangan kuda laut di dunia, bahwa konsumsi kuda laut di Asia mencapai 45 ton per tahun (≥ 16 juta ekor), dimana konsumen utamanya adalah China ≥ 20 ton, Taiwan ≥ 11,2 ton dan Hongkong ≥ 10 ton. Data tahun 1997 menunjukkan bahwa harga impor kuda laut di Cina mencapai US$ 1200 per kg (Al Qodri dkk., 1998  dalam Syafiuddin, 2004).
Beberapa sifat (karakteristik) kuda laut yang menjadikan hewan ini rentan terhadap eksploitasi yang berlebih antara lain adalah penyebarannya sedikit, jarak habitat sempit, fekunditas rendah, dan kesetiaan pada pasangan. Penyebaran yang sempit ini juga terjadi di Indonesia, seperti di Sulawesi Selatan hewan ini hanya ditemukan banyak pada daerah tertentu seperti di Pulau Tana Keke, Kabupaten Takalar (Syafiuddin, 2004).
Upaya peningkatan produksi perikanan laut hasil budidaya sesuai dengan kecenderungan global, karena permintaan pasar terhadap produk-produk perikanan laut terus meningkat, disertai dengan harga yang relatif tinggi. Diantara komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah kuda laut (Hyppocampus kuda), baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku obat-obatan.
Di China, sekali produksi dibutuhkan kira-kira 500 kg kuda laut kering sebagai bahan  baku untuk pabrik obat-obatan. Di Filipina telah ada budidaya kuda laut secara besar-besaran dengan rantai pemasaran produknya ke Kalimantan, Singapura, dan Hongkong yang  dijual dalam bentuk kering. Nilai kuda laut kering sangat ditentukan oleh keutuhan kedua belah matanya. Konsumen kuda laut kering terbanyak adalah dari etnik China, baik yang berasal dari Singapura maupun dari Indonesia (Romimohtarto & Juwana, 2005).  
Meningkatnya permintaan kuda laut semakin dengan pesat terutama untuk pasaran ekspor menyebabkan produksi kuda laut hasil tangkapan di alam semakin terbatas dan jauh dari jumlah kebutuhan pasar. Gejala eksploitasi yang berlebihan ini dapat mengakibatkan turunnya populasi kuda laut di alam, sedangkan upaya budidaya dan restocking serta sea-ranching tidak/belum dilakukan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesaran berikut kegiatan lainnya seperti restocking dan sea ranching, merupakan jawaban yang tepat untuk menghindari penangkapan yang berlebihan dengan demikian dapat meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang secara optimal.
Teknologi pembenihan untuk jenis ikan hias ini masih sangat minim, sehingga produksinya masih mengandalkan hasil penangkapan di laut. Bahkan untuk mendapatkan hasil yang banyak dan cepat, mendorong usaha penangkapan dilakukan dengan menggunakan jalan pintas, yaitu dengan cara pembiusan. Dari segi ekologis, cara ini tentunya akan sangat merugikan dan membahayakan, bukan
hanya terhadap ikan tangkapan tetapi juga terhadap kehidupan organisme lainnya dan lingkungan sekitarnya.
Dengan melihat kenyataan tersebut, maka pengembangan budidaya kuda laut ini potensial untuk dikembangkan. Untuk mendukung hal tersebut maka diperlukan data biologis yang lebih lengkap. Aspek biologi yang penting diketahui untuk menunjang keberhasilan budidaya ikan ini adalah ukuran induk ikan yang siap dipijahkan dan siklus pemijahannya.

1.2  Tujuan Praktek
Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui secara langsung tentang teknik pemeliharaan larva ikan Kuda laut (Hippocampus spp.) di BBPBL Lampung, serta permasalahan pada saat proses pemeliharaan larva.

1.3  Manfaat Praktek
            Dari kegiatan Praktek Kerja Lapang ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang pembenihan, khususnya pemeliharaan larva, sehingga dapat memberikan informasi bagi yang membutuhkan.
Adapun manfaat dari Praktek Kerja Lapang adalah sebagai berikut :
·         Bagi mahasiswa, yaitu dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara terkontrol, sehingga dapat meningkatkan sumber daya perikanan terutama di bidang pembenihan ikan kuda laut.
·         Bagi institusi (fakultas), yaitu laporan Praktek Kerja Lapang ini dapat dijadikan sumber informasi dan penunjuk dalam usaha pengelolaan dan pembenihan ikan kuda laut.
·         Bagi pemerintah setempat, yaitu dapat membantu pemerintah dalam mandapatkan data dan informasi tentang pembenihan ikan kuda laut.
·         Bagi masyarakat, yaitu sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam pengelolaan pembenihan.




II.               TINJAUAN PUSTAKA




2.1     Morfologi Kuda Laut
Taksonomi kuda laut menurut Hidayat dan Silfester (1998) dalam Syafiuddin (2004) adalah sebagai berikut :
Phylum         : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class             : Pisces
Sub Class      : Teleostomi
Ordo             : Gasterosteiformes
Family          : Syngnathidae
Genus           : Hippocampus
Species         : Hippocampus kuda

Kuda laut adalah hewan yang telah mengalami evolusi sejak 40 juta tahun lalu (Fritzhe, 1997 dalam Syafiuddin, 2004)). Diistilahkan ke dalam genus Hippocampus berasal dari bahasa Yunani yang berarti binatang laut berbentuk kepala kuda, (hippos = kepala kuda ; campus = binatang laut).

http://www.bio.davidson.edu/Courses/anphys/2000/Cook/Pregnant%20Sea%20Horse.gif
Gambar 1. Morfologi Kuda Laut (Hippocampus spp.)

2.2    Biologi Kuda laut
Menurut Burton dan Maurice (1985), dalam Vedcabagus (2008), ciri-ciri kuda laut adalah tubuh agak pipih dan melengkung, kepala dilengkapi dengan moncong, leher dapat digerakkan dan ekor yang panjang, leher, tubuh dan ekornya terdiri atas rangkaian tulang pipih yang terbentuk cincin sehingga tubuhnya nampak seperti ranting kayu. Pada kepala terdapat mahkota atau sering disebut coronet. Sepasang mata yang dapat melihat ke segala arah, dan mulut berbentuk tabung (moncong) yang digunakan untuk menyedot makanan. Ekornya panjang dan dapat dililitkan (prehensile), berfungsi untuk berpegangan.
Menurut Thayib (1977) dalam Vedcabagus (2008), meski bentuk tubuh kuda laut menyimpang dari bentuk ikan pada umumnya, tapi ia dilengkapi oleh organ-organ yang identik dengan organ ikan. Kuda laut memiliki sirip punggung yang berfungsi untuk bergerak, insang yang berguna untuk menyerap oksigen dan tulang punggung untuk menopang kerangka tubuhnya.
Menurut Dames (2000), dalam Syarifuddin (2004), ukuran tubuh kuda laut relatif kecil dan komposisi badannya unik membuat mereka hampir tidak mampu berenang, merupakan satu-satunya ikan yang mampu ditangkap langsung dengan tangan, dan mempunyai panjang antara 5 cm - 36 cm tergantung jenisnya.
Kuda laut termasuk hewan mimikri yaitu memiliki kemampuan untuk berkamuflase atau berubah sesuai warna substrat dimana kuda laut itu berada. Warna dasar berubah-ubah dari dominan putih menjadi kuning tanah, kadang memiliki bintik-bintik atau garis-garis terang ataupun gelap, dimana perubahan tersebut tergantung pada intensitas cahaya (Anonimous, 2009b). Selanjutnya menurut Anonimous (2006), Kuda laut terkenal dengan kemampuan kamuflasenya yang sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah corak tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di sekujur tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kamuflase ini dilakukan dalam rangka menghindari predator, mengelabui mangsa, dan selama aktivitas percumbuan. Kuda laut memiliki kehidupan sosial yang sangat baik, mereka akan saling memberikan salam satu sama lain ketika bertemu pada pagi hari dan ketika akan berpisah pada sore hari dengan cara mengubah warna tubuhnya sesaat ketika berpasangan atau dengan mengeluarkan suara-suara ‘klik-klik’ yang dihasilkan oleh rahangnya.
Photobucket
Gambar 2. Kuda Laut (Hippocampus kuda) berkamuflase


2.3  Habitat Kuda Laut
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun. Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus kuda adalah jenis yang memiliki distribusi paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik. Wilayah persebaran hewan ini ke barat hingga Selat Inggris, ke timur hingga Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, dan ke selatan hingga Pantai Australia (Anonimous, 2006). Sedangkan di Indonesia, kuda laut banyak tersebar di perairan Lampung, Teluk Jakarta, Bali dan Flores (Balai Riset Perikanan Laut, 2004).
Umumnya kuda laut hidup di perairan dengan kedalaman antara 1 – 15 meter. Musim penangkapan dilakukan oleh nelayan sepanjang tahun, musim dimana kuda laut melimpah adalah di bulan Agustus sampai November (Anonimous, 2009b).

Photobucket
Gambar 3. Habitat Kuda Laut (Hiippocampus kuda)

2.4  Pergerakan Kuda Laut
Kuda laut berenang dengan tubuh yang tegak dan mereka dapat menganggukkan kepala ke atas dan ke bawah. Tetapi mereka tidak dapat menggelengkan kepala atau menoleh ke kiri dan kanan. Hal ini bisa menjadi masalah bagi makhluk-makhluk yang lain, namun tidak demikian dengan kuda laut, berkat perancangan tubuh mereka yang khusus. Mata kuda laut dapat bergerak dengan bebas, berputar-putar mengamati setiap sisi sehingga mereka dapat melihat sekelilingnya dengan mudah, bahkan tanpa mampu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan (Yahya, 2005).
Kuda laut tidak pernah berenang jauh-jauh dari karang, karena untuk menghindarkan diri dari bahaya. Ia sering berdiam diri dan menambatkan ekornya pada karang-karang atau celah bebatuan. Makanan kesukaan kuda laut adalah udang-udang kecil. Biasanya hanya berenang perlahan-lahan dalam posisi berdiri (Anonimous, 2007b). Cara bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan ikan. Kuda laut jarang berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan posisi vertikal dengan cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus bergerak, misalnya karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong tubuhnya ke depan dengan bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di punggungnya yang mampu bergetar hingga 35 kali per detik (Anonimous, 2006).
Cara berenang kuda laut juga dipengaruhi oleh sistem yang sangat khusus. Kuda laut bergerak naik-turun di dalam air dengan cara mengubah isi udara dalam kantung renangnya. Jika kantung renang ini rusak dan kehilangan sedikit udara, kuda laut tenggelam ke dasar laut. Kecelakaan yang sedemikian menyebabkan matinya kuda laut. Di sini, ada hal sangat penting yang tidak boleh dilewatkan. Jumlah udara di dalam kantung renang telah ditetapkan secara amat teliti. Oleh sebab itulah, perubahan yang sangat tipis dapat menyebabkan kematian makhluk tersebut. Keseimbangan yang peka ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting. Kuda laut dapat bertahan hanya jika keseimbangan ini terjaga. Dengan kata lain, kuda laut dapat bertahan hidup karena telah dilengkapi dengan sistem ini saat pertama muncul di dunia. Situasi ini menunjukkan kepada kita bahwa kuda laut tidak akan mungkin memperoleh karakteristik mereka seiring dengan berjalannya waktu, yaitu, kuda laut bukan produk evolusi sebagaimana diklaim oleh para evolusionis (Anonimous, 2007b).

2.5   Reproduksi Kuda laut
Kuda laut adalah satu-satunya hewan di dunia dimana jenis jantannyalah yang hamil. Tetapi bukan berarti yang jantan yang memproduksi telur. Namun, telur tersebut tetap dihasilkan oleh betina (Anonimous, 2009a).
Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk jantan yang matang kelamin dan siap memijah adalah jantan akan mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman, dan warna tubuh jantan berubah menjadi cerah. Sedangkan ciri-ciri betina yang matang gonad dan siap memijah adalah bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan, apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah-merahan. Warna tubuh berubah menjadi cerah dan bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri (Fahri, 2009).
Kuda laut jantan memiliki kantung perut yang besar dan pembuka seperti celah di bagian dasar perutnya, yang tidak dilapisi baju zirah. Kuda laut betina meletakkan telur-telurnya langsung ke dalam kantung perut ini dan kuda laut jantan membuahi telur saat dijatuhkan. Lapisan dalam kantung perut menjadi seperti spons dan dipenuhi dengan pembuluh darah, yang penting untuk memberi makan telur. Satu atau dua bulan kemudian kuda laut jantan melahirkan kembaran kecil dari dirinya sendiri (Anonimous, 2007b).

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLtAtJCOmKw5EIwH01tvGmLT8KOJEJGQghwv_YOW6V7uX0uzk6Fi7gijsE5lwTP76q0UDHwgSTL5qUQKXymG20EFj1pOT8Cc5Zmko7JBnxv1eqQw-ndBGknV-Sg6DTsx1qjfNbLKScbLDN/s200/at2.jpg
Gambar 4. Kuda Laut (Hippocampus kuda) Jantan

Pada minggu ketiga satu persatu kuda laut-kuda laut kecil akan lahir dan tumbuh dewasa menjadi kuda laut-kuda laut yang cantik. Kuda laut jantan memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk melahirkan anak-anaknya. Dalam sekali melahirkan, dapat mencapai jumlah hingga ribuan ekor, tergantung pada jenisnya. Kuda laut memiliki 50 jenis berbeda di dunia. Setelah melepaskan kuda laut-kuda laut kecil, pejantan akan segera siap menyimpan telur lagi. Bayi-bayi Kuda laut terlihat sangat mirip dengan induknya, kecuali dalam hal ukuran. Dan yang lebih menarik lagi, mereka akan mampu mencari makan sendiri setelah dilahirkan (Anonimous, 2009a).
Kuda laut termasuk hewan monogami, yaitu hanya memiliki satu pasangan saja seumur hidupnya. Apabila pasangannya mati, tertangkap, atau hilang, maka pasangan yang tertinggal akan lebih memilih hidup sendiri, atau apabila memutuskan untuk memiliki pasangan baru akan menunggu setelah jangka waktu yang sangat lama. Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan populasi kuda laut di alam, di samping faktor predasi, mortalitas yang tinggi akibat infeksi ektoparasit, dan perubahan lingkungan habitatnya. Penangkapan besar-besaran (eksploitasi) oleh manusia semakin memperburuk kondisi ini (Anonimous, 2006).

Photobucket
Gambar 5. Perkawinan Kuda Laut (Hippocampus kuda)

            Proses pemijahan dimulai dengan percumbuan yang tak kalah unik karena dapat berlangsung selama berhari-hari dengan tarian-tarian dan perubahan warna yang mengesankan, dan akan diakhiri dengan perubahan warna individu betina yang menjadi cerah, menandakan siap memijah. Telur-telur yang dihasilkan oleh si betina akan disalurkan ke kantung eram (brood pouch) yang dimiliki oleh individu jantan, dibuahi di dalam kantung tersebut, dan selanjutnya dipelihara hingga menetas. Selama lebih kurang sepuluh hari kuda laut jantan akan tampak seperti sedang ‘bunting’ dan selanjutnya ‘melahirkan’ sejumlah kuda laut mungil. Dari 1000 butir telur yang dihasilkan setiap kali pemijahan, jumlah anakan yang mampu lulus-hidup hanya sekitar 250-600 ekor saja. Masa pemijahan kuda laut dapat berlangsung sepanjang tahun, tergantung pada kondisi air, terutama temperatur. Dalam kondisi yang optimal, pemijahan dapat terjadi hingga empat kali dalam setahun (Anonimous, 2006).
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan induk jantan diam, dan beristirahat untuk beberapa jam (Fahri, 2009).
Selain itu, kuda laut jantan juga ternyata memiliki sperma-sperma super yang mampu membuahi banyak set telur dalam waktu singkat. Analisis tersebut di buat oleh Profesor Bill Holt dan para koleganya dari Zoological Society of London (ZSL). Kesimpulan tersebut dikemukakan setelah mengamati video rekaman pertama yang menayangkan protes perkawinan kuda laut kuning (Hippocampus kuda) secara terperinci. Saat ritual kawin dimulai, kuda laut betina akan menyalurkan sel-sel telurnya ke kantung khusus yang ada di tubuh kuda laut jantan selama 5 hingga 10 detik. Di saat yang sama, kuda laut jantan ternyata menyemprotkan ratusan spermanya ke air yang kemudian berenang secepatnya mencari sel telur di dalam kantung. Temuan ini mengejutkan karena sebelumnya diduga bahwa sperma langsung disalurkan dari tubuh pejantan ke kantung khusus di tubuhnya. Dari beberapa ratus sperma yang dihasilkan tiap kali kawin, sekitar 100 di antaranya berhasil membuahi sel telur dan menjadi keturunan. Saat ini para peneliti belum dapat menjelaskan bagaimana sperma-sperma kuda laut jantan bisa menemukan sel telur begitu cepat. Sebab, setelah sel telur dipindahkan dalam 10 detik, kantung sel telur di tubuh kuda laut jantan akan tertutup rapat sampai saatnya telur menetas (Anonimous, 2007a).

2.6  Manfaat Kuda Laut
Selama berabad-abad orang China mempercayai khasiat kuda laut sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, bisa penyakit luar maupun penyakit dalam, bahkan menyembuhkan berbagai penyakit ringan, hingga yang sulit disembuhkan (Teguh, 2007).
Kuda laut banyak dimanfaatkan untuk bahan obat-obatan dalam bentuk tepung. Di China, obat dari kuda laut  ini disebut gingseng dari Selatan. Kuda laut ini digunakan sebagai tonik untuk memulihkan tubuh dari keletihan dan kelemahan fungsi ginjal dan sangat baik untuk memperbaiki kerusakan sistem saraf (Romimohtarto & Juwana, 2005).
Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan tradisional untuk mengobati asma, penyempitan pembuluh darah, gangguan ginjal, gangguan kelenjar tyroid dan kulit (Vedcabagus, 2008). Sedangkan menurut Teguh (2007) juga dimanfaatkan sebagai obat pembangkit stamina yang loyo, jumlah sperma yang sedikit, penyakit kulit, peradangan, gangguan pencernaan, gangguan pernafasan (asma), gangguan jantung dan sistem peredaran darah, dan gangguan fungsi otak, gangguan hati dan ginjal, penurunan sistem imun, dan sebagainya karena binatang ini mengandung asam stearat, protease, y-carotene, astacene, melanin, cholimesterase, sodium, klorida, magnesium, dan sulfat.

Photobucket
Gambar 6. Produk yang dihasilkan dari Kuda Laut (Hippocampus kuda)

Di samping sebagai obat, kuda laut juga dikonsumsi masyarakat sebagai tonik untuk memulihkan kesehatan, menjaga stamina, dan vitalitas tubuh. Dalam resep pengobatan selama ini, kuda laut dapat langsung dikonsumsi sebagai bahan makanan (sebagai sayur, lauk pauk, atau makanan ringan), direbus dalam air atau dicampur dengan cairan tertentu (biasanya anggur atau arak) kemudian diminum, difermentasikan, dikeringkan kemudian diserbuk atau dikemas dalam bentuk butiran pil atau kapsul. Cara yang lebih modern adalah dengan mengekstraknya sehingga diperoleh saripati sesuai dengan tujuan pengobatannya (Anonimous, 2006).
2.7   Hama dan Penyakit
Beberapa hama yang sudah diketahui menyerang kuda laut yaitu : kepiting, ubur-ubur, udang karang, ikan-ikan pemangsa (kakap dan sebangsanya), serta lumut. Sedangkan penyakit pada kuda laut digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi di sebabkan oleh jamur (ichthyophonus sp), parasit (protozoa dan metazoa), bakteri (Vibrio vulnificus dan Aeromonas sp) sedangkan penyakit non infeksi adalah yang diakibatkan faktor lingkungan (Fahri, 2009).
Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga lingkungan pemeliharaan, apabila ditemui hama dan penyakit, identifikasi jenis hama dan penyakit yang cepat dan tepat sangat membantu dalam pengobatan kuda laut yang sakit. Untuk penyakit jamur dapat diobati dengan perendaman menggunakan methylen blue 1-3 ppm selama 1-6 jam. Untuk benih kuda laut ukuran di atas 5 cm dapat menggunakan formalin 37% dengan dosis 25-50 ppm selama 30-60 menit. Untuk jenis parasit dapat dilakukan perendaman dengan formalin 25pm atau CuSO4 0,25 ppm selama 10 menit. Untuk penyembuhan penyakit oleh bakteri dapat dilakukan dengan perendaman kuda laut pada larutan syntomycin 25 ppt selama 30 menit, dan diulang selama 3 hari berturut-turut (Fahri, 2009).

2.8  Pengelolaan Kualitas Air
Karakteristik perairan yang cocok untuk budidaya kuda laut adalah kondisi perairan yang cendrung tenang, terlindung dari gelombang dan laut terbuka, perairan dangkal yang banyak terdapat rumput laut (seaweed), mangrove dan lamun (seagrass). Selain itu kondisi perairan dengan suhu berkisar 29 – 31°C, oksigen terlarut 4,0 – 4,2 ppm, salinitas antara 30 – 32 ppt, pH 7 – 8, nitrat 0,522 – 2,796 ppm, pospat 1,114 – 1,958 ppm dan amoniak 0,021-0,022 ppm (Anonimous, 2009b).
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. Agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran (Fahri, 2009).

III.  METODOLOGI




3.1   Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2010, di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung yang terletak di Desa Hanura, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, berjarak 12 km dari Bandar Lampung, Ibukota Provinsi Lampung.

3.2    Alat dan Bahan
3.2.1        Alat
Alat yang digunakan dalam praktek kerja lapang ini antara lain : bak pemeliharaan induk, bak pemeliharaan juwana. Bak yang digunakan dapat berupa bak beton ataupun fiberglass. Di dalam bak dibuat tempat bertengger kuda laut, yang dapat berupa karang-karang yang telah mati ataupun lamun buatan yang terbuat dari bambu ataupun plastik dan tali yang dibentuk seperti piramid dan dilengkapi dengan pemberat dari batu agar tenggelam di dasar bak. Bak yang digunakan tidak boleh mempunyai sudut mati karena akan menyebabkan sisa metabolisme dan kotoran mudah terkumpul di sudut bak. Selanjutnya alat yang digunakan adalah aerator (selang aerasi dan batu aerasi), pompa air, alat untuk mengukur kualitas air berupa thermometer, pH meter, dan DO meter.

3.2.2        Bahan
Bahan yang digunakan dalam pelaksaan praktek kerja lapang antara lain ; induk kuda laut yang telah matang gonad, juwana kuda laut, pakan alami untuk juwana berupa Nauplii Copepoda, Artemia, dan Fitoplankton. Induk kuda laut diperoleh dari alam. Idealnya untuk induk jantan dan betina minimal berukuran 10 cm dengan berat minimal 7 gr atau berumur lebih dari 8 bulan. Perbandingan induk jantan dan betina adalah 1 : 1. Induk diberi pakan 2-3 kali sehari secara adlibitum, yaitu pada pagi, siang dan sore hari, berupa udang rebon dan udang jambret.

3.3   Metode Praktek
Metode praktek dilakukan dengan cara berpartisipasi langsung dan mengikuti segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan juwana kuda laut. Sedangkan untuk memperoleh data primer dengan cara melakukan wawancara dengan para pegawai, teknisi dan pembimbing lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor BBPBL Lampung dan instansi terkait.

3.4   Metode kerja
3.4.1        Persiapan Wadah
Dipersiapkan wadah berupa bak beton atau fiberglass ataupun aquarium. Dalam bak pemeliharaan juga dilengkapi dengan tempat bertengger (shelter) induk berupa karang mati, lamun buatan yang terbuat dari plastik dan tali yang dibentuk seperti piramid dan dilengkapi dengan pemberat dari batu agar tenggelam di dasar aquarium. Fungsi dari tempat bertengger adalah untuk tempat istirahat yang nyaman dengan cara melilitkan ekornya. Bak pemeliharaan diberi aerasi yang bergelembung halus.

3.4.2        Pemeliharaan Induk
Calon induk hasil tangkapan dari alam harus dikarantina dan diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk membebaskan organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak menyebar ke induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan aklimatisasi juga untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru serta pakan yang biasa digunakan di pembenihan. Induk dipelihara di dalam wadah pemeliharaan dengan perbandingan jantan dan betina adalah 1 : 1, dengan kepadatan 20 – 30 ekor/ton dengan tidak memelihara lebih dari 4 ekor/100 liter air. Induk diberi pakan 2-3 kali sehari secara adlibitum, yaitu pada pagi, siang dan sore hari, berupa udang rebon dan udang jambret. Induk betina dewasa dengan panjang tubuh antara 10 – 14 cm dapat memproduksi telur 300 – 600 butir.



3.4.3        Pemijahan dan Pengeraman
Kuda laut dapat memijah secara alami dalam bak terkontrol, telur hasil pemijahan akan dierami oleh induk jantan. Setelah terjadi pemijahan, induk jantan dipisahkan atau tetap bersama dengan induk lain. Lama pengeraman lebih kurang 10 hari. Sebaiknya induk dihindarkan dari hal-hal yang menyebabkan stress yang mengakibatkan juwana lahir prematur, sehingga tak dapat bertahan hidup lama.

3.4.4        Kelahiran Juwana
Induk jantan yang sudah menerami telur pada hari kesembilan dipindahkan ke bak lain yang telah disiapkan sebelumnya. Pada hari ke sepuluh, juwana akan dikeluarkan dari kantung jantan. Pengeluaran juwana umumnya pada malam hari. Setelah seluruh juwana dikeluarkan, induk jantan dipindahkan kembali ke bak pemeliharaan induk.

3.4.5        Penebaran dan Pemeliharaan Juwana
Juwana dapat dipelihara di tempat yang terlindungi maupun yang terkena sinar matahari langsung. Pemeliharaan di bak beton maupun di bak fibreglass memberikan hasil yang cukup baik. Penebaran juwana dilakukan pada pagi hari antara pukul 08.00 – 10.00, kepadatan di bak pemeliharaan 2 – 5 ekor/liter. Juwana yang dihasilkan dari pembenihan dipelihara dalam bak dengan kepadatan 1000 – 1500 ekor/ton, apabila sudah berumur lebih dari 30 hari maka kepadatan nya 200-300 ekor/ton. Pemeliharan juwana dapat dilakukan selama 1.5 – 2 bulan sampai mencapai ukuran 3 – 5 cm/ekor.

3.4.6        Pemberian Pakan untuk Juwana
Pakan yang diberikan pada juwana yang berumur 1-15 hari berupa Nauplii Copepoda. Nauplii Artemia salina baru diberikan setelah juwana berumur 14 hari dengan kepadatan 2 ekor/ml dan frekwensi pemberian 3 kali sehari. Ke dalam bak pemeliharaan dapat juga ditambahkan fitoplankton dari jenis Tetraselmis dengan kepadatan 50-300 ribu sel/ml. Penambahan fitoplankton ini selain berperan penting untuk memperbaiki kualitas air juga berfungsi untuk pakan Copepoda dan Artemia.

3.4.7        Penggantian Air dan Penyiponan
Penggantian air dilakukan setiap hari mulai hari ketiga sebanyak 50 – 80% perhari sampai umur 30 hari. Sebelum dilakukan penggantian air, terlebih dahulu dilakukan penyiponan untuk membersihakan sisa kotoran dan pakan yang mati di dasar bak. Bila kotoran tidak dibuang, maka akan membusuk dan mengurangi kualitas air. Penyiponan dilakukan dengan hati-hati, untuk menghindari teraduknya kotoran sebaiknya pengudaraan dihentikan terlebih dahulu sebelum penyiponan.

3.4.8        Pengelolaan Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, pH dan kandungan oksigen terlarut. Alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air adalah thermometer, pH meter dan DO meter. Pengukuran kualitas air dilakukan 3 kali sehari yaitu pada pagi, siang dan sore hari.

3.4.9        Kultur Pakan Alami
Pakan alami yang digunakan adalah Nauplii Copepoda, Artemia, dan fitoplankton. Copepoda dapat dikultur di air laut (salinitas 25-30 ppt) ditambahkan pupuk organik selam 5-8 hari. Nauplii Copepoda dipanen dengan plankton net 60 mikron. Kista Artemia dapat ditetaskan dalam fiberglass, yang dibagian bawahnya berbentuk kerucut dan berwarna terang, diisi air laut bersih dan diberi aerasi kuat. Kista akan menetas setelah 19-24 jam pada temperatur kamar. Sedangkan fitoplankton yang diberikan adalah Tetraselmis.


DAFTAR PUSTAKA




Anonimous. 2006. http://www.wetlands.or.id





Balai Riset Perikanan Laut. 2004. Ikan Hias Laut Indonesia. Jakarta. Penebar Swadaya.


Romimohtarto, K dan Juwana,S. 2005. Biologi Laut. Jakarta. Djambatan.

Syarifuddin. 2004. Pembenihan dan Penangkaran Sebagai Alternatif Pelestarian Populasi Kuda Laut (hyppocampus spp.) Di Alam. afikiki@telkom.net



Yahya, H.2005. info@harunyahya.com

1 comment:

  1. Jual produk-produk untuk pembenihan ikan dan udang al : Artemia, Spirulina, Ovaprim, Multivitamin, Pakan powder dan Flake.
    Untuk informasi selengkapnya silahkan hub. 0812 2841 280
    Terima Kasih
    Yanto-Pemalang, Jateng

    ReplyDelete