Ikan
sidat (Anguilla sp) mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di
berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal.
Ikan
sidat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang
mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing
menganggap cita rasa ikan sidat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi.
Kandungan
vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi
lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega
yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram.
Bahkan
kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya
tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram.
Sementara
kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon
yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.
Teknologi
budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan sidat di Indonesia baru
ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang
merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal
tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari
Indonesia.
“Melihat
permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan
penelitian budi daya ikan sidat,” kata Kepala Satuan Kerja Tambak Pandu
Karawang Made Suitha.
Sidat
kini menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat besar. Ekspor ikan sidat
terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China dan Hongkong. Potensi pasar negara
lain yang belum digarap antara lain Singapura, Jerman, Italia, Belanda dan
Amerika Serikat.
Peluang
ekspor dari Indonesia kian terbuka lebar. Produksi ikan sidat dari Jepang dan
Taiwan mulai terbatas karena kekurangan bahan. Kedua negara otomatis mengurangi
ekspor, sedangkan produksi ikan sidat dari China diketahui menggunakan zat
kimia.
Negara
produsen ikan sidat akhirnya mencari alternatif pasar benih, termasuk dari
Indonesia. “Tapi Indonesia tidak akan menjual benih, lebih baik dikembangkan di
sini sehingga investor dari luar juga datang,” tegas Made.
Harga
ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan sidat untuk elver
dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar
antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk
jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla
marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg.
Bantuan
Teknologi
Pengembangan
budi daya ikan sidat di Pandu Karawang sangat berhasil. Made mengungkapkan
bahwa harga ikan yang cukup tinggi menarik masyarakat untuk membudidayakan ikan
sidat. Bahkan Pandu Karawang siap memberikan bantuan dalam bentuk teknologi
budi daya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha. Saat ini, beberapa kelompok
masyarakat melakukan pembudidayaan ikan sidat di tambak Pandu Karawang, namun
juga ada yang perorangan.
“Kami
menyediakan lahan yang bisa disewa maksimal dua tahun. Setelah itu mereka harus
mandiri, untuk memberi kesempatan pada masyarakat lain yang ingin belajar budi
daya ikan sidat,” jelas Made.
Budi
daya ikan sidat relatif tidak sulit. Apalagi rasio hidup sangat tinggi, sekitar
90 persen, karena punya data tahan kuat terhadap penyakit.
Made
mengemukakan, lamanya budi daya ikan sidat tergantung ukuran benih. Dia
mengatakan, paling banyak yang dibudidayakan adalah ukuran 200 gram untuk
menghasilkan panen ukuran > 500 gram. Lama budi daya maksimal lima bulan.
Tingkat
produktivitasnya juga cukup bagus. Untuk satu ton benih, diperkirakan bisa
menghasilkan 5 ton ikan sidat. Sekarang, semakin banyak investor yang
berkeinginan membudidayakan ikan sidat, sebab, budi daya ikan sidat dipastikan
menguntungkan. Tertarik?
No comments:
Post a Comment